METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL QUR'AN DAN HADITS



BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang di beri kewajiban oleh Allah Swt berupa mencari dan mengumpulkan ilmu untuk bekal kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam hal mencari ilmu Allah tidak hanya mengharuskan Manusia untuk mencari ilmu akhirat saja. Tetati allah juga memerintahkan hambanya untuk mencari bekal kehidupan dunia yang semuanya akan di peroleh dengan ilmu pula.
Oleh karena itu nabi saw menyebutkan dalam salah satu haditsnya yaitu :
اعمل لدنياك كانك تعيش ابدا واعمل لاخرتك كانك تموت غذا.
                                                        ( رواه ابن عساكر)

"Berbuatlah kamu untuk duniamu seakan-akan Kau akan hidup selamanya dan berbuatlah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok." (HR. Ibnu Asakir )[1]
Dari hadits diatas dapat di simpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua kehidupan yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Selanjutnya setelah manusia mendapatkan ilmu manusia juga memiliki kewajiban untuk mengamalkan ilmu yang telah di dapat. Karena Allah mengancam manusia yang memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Rosulullah saw bersabda:
اشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لا ينفع الله بعلمه
“Orang yang akan mendapatkan siksa paling berat dihari kiamat adalah orang yang berilmu yang tidak diberikan kemanfaatan oleh Allah atas ilmunya.[2]
Akan tetapi dalam mengamalkan ilmu yang di miliki oleh setiap manusia tentunya memiliki metode yang berbeda-beda menyesuaikan dengan usia, situasi dan kondisi belajar dan ilmu yang di ajarkan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang metode-metode pendidikan islam yang terkandung dalam al Qur’an dan Al Hadits dengan harapan dapat terciptanya manusia yang dapat memiliki bekal kehidupan akhirat yang terkadang sering di lalaikan oleh setiap individu muslim.

B.           Alasan pemilihan judul
Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka penulis akan menulis risalah dengan judul " METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL QUR’AN DAN HADITS " dengan beberapa alasan diantaranya :
1.               Seiring dengan berkembangnya jaman dunia pendidikan islam ternyata banyak di jauhi oleh masyarakat luas hal ini di sebabkan oleh faktor kurangnya metode yang di miliki oleh guru itu sendiri sehingga terkesan pendidikan islam merupakan salah satu pendidikan yang tertinggal.
2.              Al Qur’an dan Al Hadits merupakan warisan yang di tinggalkan oleh nabi Muhammad Saw yang di dalamnya telah berisi apapun yang di butuhkan manusia termasuk dalam hal metode pendidikan islam sediri.
3.              Pendidikan islam merupakan pendidikan yang di dalamnya banyak mengkaji ilmu-ilmu yang hukumnya wajib seperti ilmu ibadah dan akidah. Akan tetapi sudah di anggap kuno oleh setiap masyarakat pada umumnya.

C.          Pembatasan dan perumusan masalah
1.               Pembatasan masalah
Merupakan suatu keharusan bagi penulis untuk membatasi pembahasan dalam risalah ini hanya pada ruang lingkup yang berhubungan dengan judul risalah yaitu Metode-Metode Pendidikan Islam Dalam Al Qur’an Dan Hadits. hal ini di karenakan untuk menghindari adanya pembahasan yang terlalu bertele-tele dan dapat menyebabkan bosan bagi para pembaca. Selanjutnya penulis akan mendefinisikan istilah dalam judul agar tidak menyebabkan kesalahfahaman dari materi yang akan di sampaikan.
a.       Metode-metode Pendidikan Islam
1)      Metode  
Metode adalah suatu cara atau langkah untuk menganalisa sesuatu.[3]
2)      Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[4]
3)      Islam
Secara etimologi islam kata islam dapat di artikan penyerahan diri atau kepatuhan.[5]
b.      Dalam Al Qur’an dan Al Hadits
1)      Al Qur’an
Adalah kitab suci yang diturunkan oleh allah kepada nabi Muhammad Saw dengan perantara malaikat jibril
2)      Al Hadits
Perbuatan, perkataan yang di sandarkan kepada rosulullah saw[6].
2.                  Perumusan Masalah
            Untuk mempermudah penulisan risalah ini, maka penulis akan merumuskan masalah dalam rumusan sebagai berkut :
a.             Apakah yang di maksud dengan metode pendidikan islam dalam Al Qur’an dan Al Hadits ?
b.            Bagaimanakah metode pendidikan islam yang terdapat dalam al Qur’an dan Al hadits ?

D.            Tujuan dan Kontribusi Penulis
1.                  Tujuan Penulis
Dilatar belakangi oleh alasan penulisan judul tersebut maka tujuan penulis dari risalah ini adalah :
a.       Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan metode pendidikan islam dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
b.      Untuk mengetahui metode-metode pendidikan islam yang terdapat  di dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
2.                  Kontribusi Penulis
a.         Pribadi Penulis
Sebagai wawasan dan bekal untuk masa depan agar dapat menjadi seseorang yang dapat mengajarkan pendidikan islam dengan metode-metode yang dapat membawa keberhasilan. Amiin .
b.        Lembaga pendidikan islam
Mudah-mudahan dengan risalah ini pendidikan islam masa kini tidak melupakan metode-metode yang telah tertulis di dalam Al Qur’an Dan Hadits yang sudah terbukti keberhasilannya.
c.        Masyarakat
 Agar dapat lebih memperhatikan metode dalam Pendidikan islam karena keberhasilan dalam mendidik tergantung dengan bagimana metode yang di gunakan.

E.           Metodologi Penulisan
Sebagai langkah untuk mewujudkan maksud dan tujuan penulisan risalah ini. Penulis berusaha melakukan tahapan-tahapan yang sesuai dengan masalah-masalah pembahasan baik secara teoritis maupun empiris, tahapan tersebut antara lain:
1.                  Sumber Materi
Sebagai langkah awal penulisan terlebih dahulu mencari sumber materi sebagaimana pandangan sutrisno hadi dalam buku metodologi research diuraikan bahwa : "sumber materi adalah persoalan dimana sumber materi bisa di peroleh"[7], disamping mencari sumber materi, penelitian secara tidak langsung dan lain sebagainya yang berkaitan dengan judul risalah ini. Yaitu melalui dua sumber data, sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk sumberdata primer di ambil dari Al Qur’an dan Hadits. Sedangkan sumber data sekunder diambil dari buku-buku dan majalah-majalah pendidikan.
2.                  Pengumpulan Materi
Langkah selanjutnya yaitu pengumpulan materi yang dilakukan penulis melalui metode observasi yaitu : "metode penelitian dengan pengamatan yang di catat secara sistematis dan fenomena."[8] yang diselidiki kemudian dilakukan penyesuaian berdasarkan sumber-sumber materi yang berhubungan dengan tema risalah.
3.         Metode Analisis
Metode Analisis disini bertujuan memberikan interpretasi pendapat, pandangan atau tafsiran terhadap data yang telah disesuaikan. Kemudian data itu diklasifikasikan dan diarah pada pola pikir logis melalui beberapa pendekatan sebagai berikut :
a.   Induktif
            Metode Induktif  yaitu Pengambilan kesimpulan berdasarkan pada keadaan yang khusus untuk dijadikan secara umum[9]. Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari data yang khusus kemudian dijadikan titik kesimpulan yang umum.
b.   Deduktif
            Metode Deduktif yaitu Pengambilan kesimpulan dari keadaan yang bersifat umum.[10] Atau cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum untuk memberikan penilaian pada suatu kejadian yang bersifat khusus.[11] 

F.           Sistematika penulisan
Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami isi dari risalah ini, maka  penulis menyusun urutan dalam sistematika yang terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab penjelasan. Sehingga merupakan suatu kesatuan utuh yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisannya adalah senagai berikut:
BAB I       PENDAHULUAN
Untuk mempermudah dalam proses topik atau gagasan yang menjadi pembahasan, maka dengan demikian pada bab ini terdiri atas sub bab yang terdiri dari Latar Belakang, Alas An Pemilihan Judul, Tujuan Dan Kontribusi Penulisan, Pembatasan Dan Perumusan Masalah, Metode Penulisan Dan Sistematika Penulisan.
BAB II       TINJAUAN PUSTAKA TENTANG METODE PENDIDIKAN ISLAM
Bab ini terbagi menjadi beberapa pokok sub bahasan yaitu Pengertian metode Pendidikan Islam, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Al Qur’an dan Hadits,
BAB III     PANDANGAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DAN PENGARUHNYA
Bab ini terbagi menjadi beberapa pokok bahasan yaitu keadaan pendidikan islam pada masa Rosulullah, proses perkembangan pendidikan islam, pengaruh perkembangan pendidikan islam
BAB IV     METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM   AL QUR’AN DAN HADITS
bab ini berisikan tentang pembahasan inti diantaranya, metode-metode pendidikan islam dalam al qur’an, metode-metode pendidikan islam dalam al qur’an dan hadits
BAB V      PENUTUP 
Bab ini berisi Kesimpulan, Saran-Saran, Penutup, Dan Sebagai Pelengkap Pada Bagian Akhir Dicantumkan Daftar Pustaka Dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.                Pengertian Metode Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh kita membahas mengenai pengertian metode pendidikan Islam, maka kita harus mengetahui pengertian dari setiap kata tersebut. Maka dengan ini penulis menguraikan menjadi dua kata, yaitu kata metode dan kata pendidikan Islam.
Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya adalah melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[12] Adapun istilah metodologi berasal dari kata metoda dan logi. Logi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[13]
Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata atthariqah, manhaj, dan alwashilah. Thariqah berarti jalan, ,manhaj berarti sistem, dan washilah berarti perantara atau mediator.[14] Dengan demikian kata yang paling dekat dengan metode adalah kata thariqah. Karena sebagaimana dijelaskan pada awal pargraf secara bahasa metode adalah suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan, dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Yaitu jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu pada cara menghantarkan seseorang untuk mencapai pada tujuan yang ditentukan.
Secara terminologi atau istilah metode bisa membawa pada pengertian yang bermacam-macam, yaitu ada kognitifnya seperti tentang fakta-fakta sejarah, syarat-syarat sah shalat, ada juga aspek afektifnya seperti penghayatan pada nilai-nilai dan akhlak, dan ada juga aspek psikomotorik seperti praktek shalat, haji dan sebagainya.[15]
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti sempit, adalah bimbingan yang dilakukan seseorang yang kmudian disebut pendidik., terhadap orang lain yang kemudian disebut peserta didik. Terlepas dari apa dan siapa yang membimbing, yang pasti pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia dari berbagai aspek dan dimesnsinya, agar ia berkembang secara maksimal.[16]
Zuhairini, dkk. (1992:149) merumuskan bahwa pendidikan adalah  suatu aktivitas untuk mengembanngkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Pendidikan bukan hanya bersifat formal saja, tetapi mencakup juga yang non formal.[17] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan adalah suatu aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadi rohani (pikir, rasa, karsa, dan budi nurani).
Dengnan demikian metode tersebut memiliki posisi penting dalam mencapai tujuan. Metode adalah cara yang paling cepat dan tepat dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Jika metode dapat dikuasi maka akan memudahkan jalan dalam mencapai tujuan dalam pendidikan Islam.

B.                 Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Al Qur'an Dan Al Hadits
Al Qur'an dan Al Hadits merupakan dua pusaka umat islam yang di bawa oleh nabi Muhammad saw yang mana keduanya juga merupakan gudang ilmu yang diwariskan oleh nabi kepada seluruh umatnya.
Berkaitan dengan masalah pendidikan dalam al qur'an dan hadits juga terdapat nilai nilai positif yang menjadi tujuan pendidikan islam itu sendiri hal ini sebagimana yang di sebutkan oleh Tafsir al-Azhar merupakan salah satu tafsir di Indonesia abad XX. Hamka yang menentang sikap tajidid, menurutnya taqlid adalah musuh kemerdekaan berfikir, kebekuan berfikir menimbulkan kebekuan agama. Sikap menolak taqlid inilah kemudian membuat Hamka menjadi pemikir bebas yang tidak terikat pada salah satu madzhab manapun dalam Islam. Tafsir al-Azhar ditulis dalam suasana baru di negara yang penduduknya mayoritas muslim, sedang mereka haus akan bimbingan agama, haus akan mengetahui rahasia-rahasia al-Qur'an, maka pertikaian-pertikaian madzhab tidaklah dibawakan dalam tafsir itu. Tidak fanatic kepada salah satu faham, melainkan mencoba berupaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna lafadz bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang untuk berfikir.
Kisah Luqman (dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19) mengandung beberapa nilai pendidikan yang menunjukkan praktik pendidikan dalam keluarga. Adapun nilai-nilai pendidikan keluarga Luqman adalah: 1). Kepribadian seorang pendidik; Luqman adalah pendidik yang mempunyai kepribadian teladan, ia menampakkan kasih sayangnya dalam segala perilakunya, bukan hanya melalui kata-kata. 2). Pendidikan melalui nasehat-nasehat; yang merupakan metode pendidikan untuk mengetuk perasaan anak, agar tersentuh sehingga dengan mudah menerima apa yang disampaiakn. 3). Pendidikan nilai keimanan dan ketaqwaan yang mencakup pendidikan aqidah, syari'ah dan pendidikan akhlak[18].






BAB III
PANDANGAN UMUM

A.           Keadaan Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah
Pendidikan islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode yaitu Periode Makkah dan Periode Madinah.
1.             Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 1-5)[19]
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua termaktub ayat al-qur’an yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah. dan perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (Q.S. Al-Mudatsir: 1-7)[20]
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas oleh Allah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan islam.kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.
Setelah banyak orang memeluk islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan islam pertama dalam sejarah pendidian islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[21]
Dalam masa pembinaan pendidikan agama islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena al-qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.[22]
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa Makkah meliputi:
a.       Pendidikan keagamaan
Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
b.        Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Yaitu mempelajari kejadian manusiadari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c.       Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti
Yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
1.      Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.[23]

2.          Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agaam islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a.         Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1.        Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[24]
2.        Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
3.        Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
4.        Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.[25]
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.[26]
1.      Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
1.      Pendidikan Anak Dalam Islam
Dalam islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
1)       Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka)
2)         Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
3)       Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.[27]

B.                 Proses Perkembangan Pendidikan Islam
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yangn ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada masa kejayaan ini, pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu.

C.                Pengaruh Perkembangan Pendidikan Islam
                        
Dalam perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar.[28]
Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.[29]
Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah[30] yaitu;
1.      Tujuan Keagamaan dan Ahlak
Anak didik diajarkan membaca dan menghafal al Qur`an karena hal itu merupakan suatu kewajiban dalam agama agar mereka mengikuti ajaran agama dan berahlak menurut agama.
2.            Tujuan Kemasyarakatan
Pemuda-pemuda yang belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan.
3.            Cinta akan Ilmu Pengetahuan
Belajar demi memperdalam ilmu pengetahuan.
4.            Tujuan Kebendaan
Menuntut ilmu supaya mendapat penghidupan yang layak, pangkat yang tinggi, bahkan kekuasaan dan kemegahan di dunia ini.






BAB IV
METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL QUR'AN
DAN AL HADITS

A.           Metode-Metode Pendidikan Islam Dalam Al Qur'an
1.             Metode Teladan
Dalam al-Qur’an kata teladan disamakan pada kata Uswah yang kemdian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga dapat terungkapkan menjadi Uswatun Hasanah yang berarti teladan yang baik. Kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil contoh Rasullullah SAW, Nabi Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah. Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab :
لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة
Sesungguhnya dalam diri Rasullullah itu kamu dapat menemukan teladan yang baik” (Q.S.al-Ahzab:21)[31]
Muhammad Quthb, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad, Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih berlangsung[32].metode ini dinggap sangat penting karena aspek agama yang trpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan aektif yang terwujud dalam tingkah laku(behavioral).
2.             Metode Kisah-Kisah
Di dalam al-Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat al-Qasash yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut diulang sebanyak 44 kali.[33] Menurut Quraish Shihab bahwa dalam mengemukakan kisah di al-Qur’an tidak segan-segan untuk menceritakan “kelemahan manusiawi”. Namun, hal tersebut digambarkanya sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengundang rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan menggaris bawahi akibat kelemahan itu, atau dengan melukiskan saat kesadaran dan kemenangannya mengalahkan kelemahan tadi.
Kemudian Quraish Shihab memberikan contoh pada surat al-Qashash ayat 76-81.[34] Disini, setelah dengan bangganya Karun mengakui bahwa kekayaan yang diperolehnya adalah berkat kerja keras dan usahanya sendiri. Sehingga muncul kekaguman orang-orang sekitarnya terhadap kekayaan yang dimilkinya, tiba-tiba gempa menelan Karun dan kekayaanya. Orang-orang yang tadinya kagum menyadari bahwa orang yang durhaka tidak akan pernah memperoleh keberuntungan yang langgeng. Pelajaran yang terkandung dalam kisah tersebut adalah mengingatkan menusia agar jangan lupa bersyukur kepada Allah, jangan lupa diri, takabbur, sombang dan seterusnya, karena itu semua hal yang tidak disukai oleh Allah.
Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari akan adanya sifat alamiah manusia yang menyukai cerita dan menyadari pengaruh besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu tehnik pendidikan. Islam mengunakan berbagai jenis cerita sejarah factual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku yang ditampilkan contoh tersebut(jika kisah itu baik). Cerita drama yang melukiskan fakta yang sebenarnya tetapi bisa diterapkan kapan dan disaat apapun.
3.         Metode Nasihat
Al-Qur’an juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian dikenal nasihat. Tetapi pada setiap nasihat yang disampaikannya ini selalu dengan teladan dari I pemberi atau penyampai nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat melengkapi.
Didalam al-Qur’an, kata-kata yang menerangkan tentang nasihat diulang sebnyak 13 kali yang tersebut dalam 13 ayat didalam tujuh surat. Diantara ayat-ayat tersebut berkaitan dengan para Nabi terhadap umatnya. Salah satunya contoh nasihat Nabi Saleh kepada kaumnya, dalam firman Allah:
وتولي عنهم وقال يا قومي لقد ابلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن لا تحبون الناصحين
Maka berpaling dari mereka dan (Nabi Saleh) berkata:”hai kaumku aku telah menyampaikan kepadamu amanat dari Tuhanku, dan aku telah memberimu nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yangmemberi nasihat.”(Q.S. al-‘Araf:79)[35]

4.      Metode Ceramah
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata tablih,yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.
Pada masa lalu hingga sekarang metode ini masih sering digunakan, bahkan akan selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Karena kekurangan metode ini adalah jika sang penceramh tidak mampu mewakili atau menyampaikan ajaran yang semestinya haus disampaikan maka metode ini berarti kurang efektif. Apalagi tidak semua guru atau pendidik memiliki suara yang keras dan konsisten, sehingga jika menggunakan metode ceramah saja maka metode ini seperti hambar.
Didalam al-Qur’an kata tabligh lebih banyak digunakan daripada kata khutbah, al-Qur’an mengulang kata tabligh sebanyak 78 kali. Salah satunya adalah dalam surat Yaasin ayat 17, yang artinya berbunyi;
وما علينا الا البلا غ المبين
Dan kewajiban kami adalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.(Q.S. Yaasin:17)[36]
Dalam ayat ini jelas bahwa metode ini telah digunakan sejak zaman dahulu, untuk menjelaskan tetang suatu ajaran atau perintah.


6.      Metode Tanya Jawab
Tanya jawab merupakan salah satu metode yang menggunakan basis anak didik menjadi pusat pembelajaran. Metode ini bisa dimodif sesuai dengan pelajaran yang akan disampaikan. Bisa anak didik yang bertanya dan guru yang menjawab atau bisa anak didik yang menjawab pertanyaan dari gurunya.
Didalam al-Qur’an hal ini juga digunakan oleh Allah agar manusia berfikir. Pertanyaan-pertanyaan itu mampu memancing stimulus yang ada. Adapun contoh yang paling jelas dari metode pendidikan Qur’an terdapat didalam surat Ar-Rahman. Disini Allah SWT mengingatkan kepada kita akan nikmat dan bukti kekuasaan-Nya, dimulai dari manusia dan kemampuannya dalam mendidik, hingga sampai kepada matahari, bulan, bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi.
Pada setiap ayat atau beberapa ayat dengan kalimat bertanya itu, manusia berhadapan dengan indera, naluri, suara hati dan perasaan. Dia tidak akan dapat mengingkari apa yang di inderanya dan diterima oleh akal serta hatinya. Ayat itu adalah Ar-Rahman ayat 13 :
فباي ألاء ربكما تكذ بان
Maka nikmat rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?”( Qs. Ar Rahman : 13 )[37]
Pertanyaan itu diulang sebanyak 31 kali didalam surat ini. Setiap diulang, pertanyaan itu merangsang kesan yang berlainan sesuai dengan konteksnya dengan ayat sebelumnya.

7.      Metode Diskusi
Metode diskusi diperhatikan dalam al-Qur’an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap sesuatu masalah. Sama dengan metode diatas metode diskusi merupakan salah satu metode yang secara tersirat ada dalam al-Qur’an.
Didalam al-Qur’an kata diskusi sama dengan al-mujadallah itu diulang sebanyak 29 kali. Diantaranya adalah pada surat al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
وجادلهم بالتي هي احسن
Dan bantahlah dengan cara yang baik..”(Q.S.al-Nahl:125)[38]
Dari ayat diatas Allah telah memberikan pengajaran bagi umat Islam agar membantah atau berargument dengan cara yang baik. Dan tidak lain itu bisa kita temui dalam rangkaian acara yang biasa disebut diskusi.
Diskusi juga merupakan metode yang langsung melibatkan anak didik untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Diskusi bisa berjalan dengan baik jika anak didik yang menduskisikan suatu materi itu benar-benar telah menguasai sebagian dari inti materi tersebut. Akan tetapi jika peserta diskusi yakni anak didik tidak paham akan hal tersebut maka bisa dipastikan diskusi tersebut tidak sesuai yang diharapkan dalam pembelajaran.

B.            METODE-METODE PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL HADITS
1.      Metode Keteladanan.
حدثنا عبد الله ابن يوسف قال اخبرنا مالك عن عمر ابن عبدالله ابن الزبير عن عمر ابن سليم الزرقي عن ابي قتادة الانصاري ان رسول الله صلي الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل امامة بنت زينب بنت رسول الله صلي الله عليه وسلم لابي العاص بن ربيعة بن عبد سمش فاذا سجد وضعها واذا قام حملها
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.[39]

Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun.[40]  Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik.[41]
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
Artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 33: 21)[42].

Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.

2.      Metode lemah lembut/kasih sayang.
عِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.[43]

Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
3.      Metode deduktif.
حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya:
Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir”.[44]

 Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.[45]

4.      Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .

Artinya;
“Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini”.[46]

Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.

5.      Metode kiasan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya:
“Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu”.[47]

Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5)  Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6)   Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.


6.             Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.

Artinya:
“Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.”[48]

Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .

7.      Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.

Artinya:
“Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa”.[49]

Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.[50] Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat.
Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
8.      Metode Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: “Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya.[51]

Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting



BAB V
PENUTUP

A.            Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah penulis uraikan di atas dapat penulis simpulkan :
1.      Metodologi pendidikan secara umum dapat dikemukakan sebagai mediator pelaksanaan operasional pendidikan. Secara khusus biasanya metodologi pendidikan berhubungan dengan tujuan dan materi pendidikan dan juga dengan kurikulum. Metodologi pendidikan harus mempertimbangkan kebutuhan, ketertarikan, sifat dan kesungguhan para pesrta didik dan juga harus memberikan kesempatan untuk mengembangkan kekuatan intelektualannya.
2.      dalam al qur’an terdapat beberapa metode yang dapat di gunakan dalam ruang lingkup pendidikan islam diantaranya : metode teladan, metode nasihat, metode pembiasaan, metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi
3.      adapun  metode pendidikan islam yang terdapan dalam al hadits diantaranya : Metode Keteladanan, Metode perumpamaan, Metode kiasan, Metode memberi kemudahan, Metode perbandingan, Metode tanya jawab, Metode Pengulangan, Metode pemecahan masalah, Metode pujian/memberi kegembiraan. Yang secara keseluruhan telah dijabarkan oleh penulis pada bab sebelumnya.
B.            Saran-Saran
Merupakan salah satu keharusan bagi seorang pendidikan yaitu memiliki metode di dalam mengajarkan ilmunya terutama di dalam pendidikan islam  hal ini di karenakan metode merupakan salah satu hal yang sangat memiliki peran penting dalam rangka mensukseskan proses belajar mengajar dalam pendidikan islam.
Oleh karena itu Melalui risalah yang sederhana ini, penulis merasa perlu memberikan saran-saran walaupun sedikit, tetapi semoga bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya maupun bagi orang lain.
Di antara saran-saran penulis diantaranya :
1.         Bagi semua pendidik ingatlah dua pustaka yang diwariskan oleh nabi Muhammad saw yaitu al qur’an dan hadits karena dua hal ini lah yang dijanjikan oleh rosulullah “barang siapa yang berpegangan dengan keduanya niscaya dia akan selamat”
2.         Dalam al qur’an dan al hadits terdapat banyak metode metode yang dapat ikut serta dalam mensukseskan proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan islam oleh karena itu jagalah metode-metode tersebut dengan cara melestarikan metode yang terdapat dalam al qur’an dalam pendidikan islam
3.         Mulailah untuk membina pendidikan islam secara bertahap dengan metode yang bervariasai agar peserta didika tidak jenuh di dalam mempelajari pendidikan islam

  1. Penutup
Dengan selesainya risalah ini, penulis tak lupa memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan pertolongan darinyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan risalah ini. Dan mudah-mudahan risalah yang telah penulis selesaikan ini diberikan kemanfaatan sehingga mendapat nilai pahala.
Akan tetapi dengan selesainya risalah ini pula tentunya banyak sekali kekurangan yang dapat terlihan dan nampak pada risalah ini karena semua hal yang telah sempurna pasti akan nampaklah kekurangannya Oleh karena itu penulis sangat berharap khususnya kepada pembimbing dan kepada semua pmbaca untuk memberiakan kritik dan saran, sehingga risalah ini mendapatkan penambahan yang nantinya dapat menuai hasil yang sempurna, karena penulis menyadari bahwa penulisan risalah ini masih banyak sekali kekurangan di dalamnya.
Penulis berharap dengan perantaraan risalah ini akan memberikan manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan para pembaca pada umumnya, dengan mengaflikasikan isi dari risalah ini dalam mengemangkan mutu pendidikan islam di Indonesia.
                                                                 
     
   Penulis
Muhammad Andri


DAFTAR PUSTAKA

Al Hasyimi Ahmad As Sayyid, Mukhtarul Ahadits An Nabawiyyah Wal Hikam Al Muhammadiyyah, ( Semarang : Toha Putra )
Al Ghozali Imam, Syarah Ayuhal Walad, ( Surabaya : Al Hidayah ),
Novia Windy, Kamus Ilmiah Popular, (wipress, 2008), cet. 1,
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ),
An Nahlawi Abdurahman, prinsip-prinsip dan METODA PENDIDIKAN ISLAM dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ),
Hadi Sutrisno, Metodologi Research, ( Yogyakarta : PT. Andi Ofset, 2000 ), jilid 1 dan 2,
Narbuko Kholid,  Metodologi Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang, 1989 ),
Drawer James, Kamus Psikologi, (Jakarta : Bina Aksara, 1998M),terj, nanci simanjuntak. Cet.I,
Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai pustaka, 1990), Cet.III
Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), cet-Kedua,
Nata  Abudin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Edisi Baru,
Suhartini Andewi, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia,
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--cahyatrihe-5510
Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992).
Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:PT.Raja Grafindo, 1992 Persada,2008).
Hanun Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999),
Dra. Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,1986,
Departemen Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2009 ),
Muhammad Quthb,Sistem Pendidikan Islam,(Bandung:PT.Al-Ma’arif,1984)
Muhammad Fuad Abd al-Baqy,al-Mu’jam alMufrasdli Alfazhal Qur’an al-Karim,(Solo:Dar al-Fikr,1987)
Dr.Quraish Shihab,Membumikan al-Qur’an,(Bandung:Mizan,1982)
Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri,. Al-Jâmi’ Al-Shahĩh Al-Mukhtasar, ( Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 1987 ), juz I,  
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil Al Asqalâni,. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. ( Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H )
Ibrahim Muhammad Hamd, Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. (Jakarta: Dârul Haq, 2002),
An Naisabūri Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, ( Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H ), juz. 1,
 Andalūsi Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. ( Beirut: Dârul Jiil, 1979), juz. 1
Sijistâni,Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş Sunan Abu Dâud.( Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 1401 H).cet.1, juz 2,
Nahlawi Abdurrahman, Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin.( Jakarta: Gema Insani Press:1996),
Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria Nawâwi,. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim. )Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H(,


[1] As Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Mukhtarul Ahadits An Nabawiyyah Wal Hikam Al Muhammadiyyah, ( Semarang : Toha Putra ) hal. 25

[2] Imam Al Ghozali, Syarah Ayuhal Walad, ( Surabaya : Al Hidayah ), hal 3
[3] Windy Novia, Kamus Ilmiah Popular, (wipress, 2008), cet. 1,  hal. 448
[4] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 ), hal.10
[5] Abdurahman An Nahlawi, prinsip-prinsip dan METODA PENDIDIKAN ISLAM dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat, ( bandung : cv. DIPONEGORO, 1996 ), hal. 36
[6] Syaikh Sayid Ahmad Al Maliki Al Hasani, Qowaidul Asasiyyah, ( Semarang : Karya Toha Putra), Hal.15
[7] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, ( Yogyakarta : PT. Andi Ofset, 2000 ), jilid 1 dan 2, hal. 26
[8] Kholid Narbuko,  Metodologi Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang, 1989 ), hal. 137
[9] James Drawer, Kamus Psikologi, (Jakarta : Bina Aksara, 1998M),terj, nanci simanjuntak. Cet.I,hal.488
[10] Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai pustaka, 1990), Cet.III, hal. 191
[11]Sutrisno Hadi, Loc Cit,  hal.42
[12] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), cet-Kedua, hal.  99
[13] Ibid, hal. 99
[14] H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), Edisi Baru, hal. 144
[15] Ibid, hal. 145
[16] Andewi Suhartini, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, hal. 4
[17] Ibid, hal. 4-5
[18]http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--cahyatrihe-5510
[19]Departemen Agama Ri,  Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2009 ), hal.
[20] Ibid,  hal.
[21] Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992). Hal 6
[22]Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),cet. 9 Hal 28
[23]Ibid,  hal 27
[24] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:PT.Raja Grafindo, 1992 Persada,2008). Hal 26
[25] Dra. Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, ,2008 ),  cet.9, hal 37
[26] Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1992),. hal 16
[27] Dra.Zuhairini, dkk,op. Cit , hal 55
[28] Hanun Asrohah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. 1999), h.77
[29] Dra. Zuhairini, dkk, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,1986, h. 95
[30] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Hida Karya Agung, 1992), h. 46-47
[31] Departemen Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2009 ), hal. 420
[32] Muhammad Quthb,Sistem Pendidikan Islam,(Bandung:PT.Al-Ma’arif,1984) hal:180
[33] Muhammad Fuad Abd al-Baqy, al-Mu’jam alMufrasdli Alfazhal Qur’an al-Karim,(Solo:Dar al-Fikr,1987) hal:286
[34] Dr.Quraish Shihab,Membumikan al-Qur’an,(Bandung:Mizan,1982)hal:175
[35] Ibid, hal.160
[36] Ibid, hal.441
[37] Ibid, hal  .561
[38] Ibid, hal. 281
[39] Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri,. Al-Jâmi’ Al-Shahĩh Al-Mukhtasar, ( Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 1987 ), juz I,  hal. 193.
[40] Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil Al Asqalâni,. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. ( Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H ),hal.591-592
[41] Muhammad Hamd Ibrahim, Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. (Jakarta: Dârul Haq, 2002), hal. 27
[42] Departemen Agama Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2009 ), hal. 420
[43] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi An Naisabūri, Shahih Muslim, ( Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H ), juz. 1, hal. 381
[44] Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri, op. Cit, juz. 1, hal.234
[45] , Imâm Ibn Abi Jamrah Al Andalūsi. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. ( Beirut: Dârul Jiil, 1979), juz. 1 hal. 97
[46] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi An Naisabūri, op. Cit, juz 4, hal.2146
[47] Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri, op. Cit, juz. 1, hal.119
[48]Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil Al Bukhâri, op. Cit, juz. 1, hal.38
[49] Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi An Naisabūri, loc.cit,  juz. 1, hal. 462-463
[50] Abdurrahman Nahlawi, Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin.( Jakarta: Gema Insani Press:1996),hal.205
[51]Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş Sijistâni, Sunan Abu Dâud.( Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 1401 H).cet.1, juz 2, hal. 716

3 komentar: