Kamis, 18 Oktober 2012

PENGARUH HATI MANUSIA TERHADAP PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL, INTLEKTUAL DAN SPIRITUAL





BAB I
PENDAHULUAN
1.            Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki perbedaan yang sangat jauh dengan makhluk Allah yang lainnya sehingga manusia tergolong makhluk Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain, akan tetapi apakah seluruh manusia juga sudah dijamin keselamatannya oleh Allah ataukah tidak ? tentunya hal ini akan dipengaruhi juga oleh amaliyah manusia itu sendiri ketika hidup di dunia.
Selain itu manusia terletak tengah-tengah diantara kedudukan hewan dan malaikat atau dengan kata lain manusia kedudukannya terletak diantara makhluk yang peling rendah dan makhluk yang paling mulia, tetapi walau demikian manusia bisa melebihi kemuliaan malaikat apabila manusia mampu mengalahkan hawa nafsunya dan memenangkan hatinya begitu juga sebaliknya manusia bisa lebih hina daripada hewan apabila hawa nafsunya telah mengalahkan hatinya.
Hal ini juga telah disebutkan dalam Al Qur’an bahwasanya manusia hakikatnya sama sebagaimana hewan bahkan manusia terkadang lebih sesat daripada hewan sebagaimana firmannya :
y7Í´¯»s9'ré& ÉO»yè÷RF{$%x. ö@t/ öNèd @|Êr& 4 y ... ( الاعراف : 179)
Artinya :       “…mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.. .”  ( Al A’raf : 179 )[1]

Oleh karenanya anggota tubuh manusia yang bernama hati haruslah dijaga dan di arahkan kejalan yang benar agar manusia dapat menjadi makhluk Allah yang kemuliaannya melebihi kemuliaan malaikat serta mampu memberikan perbedaan dengan makhluk Allah yang bernama hewan.
Atau dengan kata lain hati merupakan anggota tubuh manusia yang sangat inti dan akan dapat mempengaruhi seluruh amaliyah manusia baik ataupun buruk. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits Rasulullah Saw :
الا وان في الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله الا وهي القلب ( رواه البخاري ومسلم )
Artinya : “ Ketahuilah bahwa didalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati. (HR. Bukhori Muslim)”[2]  
Selanjutnya apakah Hati juga memiliki pengaruh yang besar terhadap kesuksesan manusia dalam belajar ataukah tidak ? oleh karenanya dalam risalah ini penulis tertarik untuk mengangkat masalah hati dalam pengaruhnya untuk kesuksesan belajar.

2.            Alasan pemilihan judul
Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka penulis akan menulis risalah dengan judul " PENGARUH  HATI TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL, INTLEKTUAL DAN SPIRITUAL " dengan beberapa alasan diantaranya :
1.      Bahwa ketentraman hidup merupakan dambaan siapapun, dimanapun dan kapanpun waktunya. Akan tetapi ketentraman hidup manusia ternyata bukan dipandang dari banyaknya harta, rumahnya yang mewah, jabatan yang tinggi, atau seluruh benda yang dianggap oleh manusia pada umumnya adalah wah. Tetapi yang menjadikan manusia menjadi tentram adalah tentramnya hati.
2.      Kesehatan fisik adalah suatu hal yang bersifat kelihatan sedangkan kesehatan hati tentu tidak ada yang dapat menebak, tetapi walaupun demikian ternyata kesehatan hati akan menjadikan manusia melakukan hal-hal yang bersifat positif, berguna baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Lebih dari itu ternyata walaupun badannya terlihat sehat tetapi jika hatinya sedang dalam keadaan yang tidak menentu maka apapun yang dia lakukan akan jauh dari kesempurnaan dalam segala aspek kehidupan.
3.      Merupakan Alasan penulis mengambil tema hati adalah dengan adanya hadits rasulullah saw :
الا وان في الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الحسد كله الا وهي القلب ( رواه البخاري ومسلم )
Artinya : “ Ketahuilah bahwa didalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati. (HR. Bukhori Muslim)”[3] 

3.            Pembatasan dan perumusan masalah
1.               Pembatasan masalah
Merupakan suatu keharusan bagi penulis untuk membatasi pembahasan dalam risalah ini hanya pada ruang lingkup yang berhubungan dengan judul risalah yaitu  PENGARUH  HATI MANUSIA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL, INTLEKTUAL DAN SPIRITUAL. Hal  ini di karenakan untuk menghindari adanya pembahasan yang terlalu bertele-tele dan dapat menyebabkan bosan bagi para pembaca. Selanjutnya penulis akan mendefinisikan istilah dalam judul agar tidak menyebabkan kesalahfahaman dari materi yang akan di sampaikan.
a.       Pengaruh Hati 
1)      Hati    : suatu bagian anggota tubuh manusia yang berwarna merah kehitam-hitaman yang berfungsi sebagai penghisap sari-sari makanan[4]
b.      Terhadap Kecerdasan Emosional, Intlektual Dan Spiritual
1)      Kecerdasan Emosional (EQ) : “ Kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas yang berpusat di jiwa “[5]
2)      Kecerdasan Intelektual (IQ) : “ Kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas akal yang berpusat di otak “.[6]
3)      Kecerdasan Spiritual (SQ) : “ Kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas rohani yang mengambil kedudukan yang ditempati suatu gen disuatu kromosom (lokus) di sekitar wilayah roh “. [7]
2.                  Perumusan Masalah
            Untuk mempermudah penulisan risalah ini, maka penulis akan merumuskan masalah dalam rumusan sebagai berkut :
a.             Apakah Hati manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosional, intlektual dan spiritual ?
b.            Bagaimanakah caranya agar hati membawa nilai positif untuk kecerdasan emosional, intlektual dan spiritual ?

4.              Tujuan dan Kontribusi Penulis
1.                  Tujuan Penulis
Dilatar belakangi oleh alasan penulisan judul tersebut maka tujuan penulis dari risalah ini adalah :
a.       Untuk mengetahui apakah hati manusia memiliki pengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emosional, intlektual dan spiritual.
b.      Untuk mengetahui cara agar hati manusia membawa nilai positif untuk kecerdasan emosional, intlektual dan spiritual.
2.                  Kontribusi Penulis
a.         Pribadi Penulis
Sebagai wawasan dan bekal untuk masa depan agar penulis mampu menjadi seorang yang mampu mengendalikan hati kearah yang positif serta memiliki keseimbangan berfikir antara kecerdasan emosional, intlektual dan spiritual.
b.        Masyarakat
Agar dapat menjadi manusia yang terdorong untuk mengarahkan hatinya kearah yang lebih baik karena hati adalah pengantar manusia untuk menjadi manusia seutuhnya sebagaimana hadits yang telah disebutkan diatas.

5.            Metodologi Penulisan
Sebagai langkah untuk mewujudkan maksud dan tujuan penulisan risalah ini. Penulis berusaha melakukan tahapan-tahapan yang sesuai dengan masalah-masalah pembahasan baik secara teoritis maupun empiris, tahapan tersebut antara lain:
1.                  Sumber Materi
Sebagai langkah awal penulisan terlebih dahulu mencari sumber materi sebagaimana pandangan sutrisno hadi dalam buku metodologi research diuraikan bahwa : "sumber materi adalah persoalan dimana sumber materi bisa di peroleh"[8], disamping mencari sumber materi, penelitian secara tidak langsung dan lain sebagainya yang berkaitan dengan judul risalah ini. Yaitu melalui pengumpulan buku-buku islam, kitab-kitab klasik yang didalamnya dibahas masalah hati seperti : tajkiyatun nufus, kifayatul atqiya, dan buku-buku bacaan lainnya serta majalah-majalah pendidikan.
2.                  Pengumpulan Materi
Langkah selanjutnya yaitu pengumpulan materi yang dilakukan penulis melalui metode observasi yaitu : "metode penelitian dengan pengamatan yang di catat secara sistematis dan fenomena."[9] yang diselidiki kemudian dilakukan penyesuaian berdasarkan sumber-sumber materi yang berhubungan dengan tema risalah.
3.         Metode Analisis
Metode Analisis disini bertujuan memberikan interpretasi pendapat, pandangan atau tafsiran terhadap data yang telah disesuaikan. Kemudian data itu diklasifikasikan dan diarah pada pola pikir logis melalui beberapa pendekatan sebagai berikut :
a.   Induktif
            Metode Induktif  yaitu Pengambilan kesimpulan berdasarkan pada keadaan yang khusus untuk dijadikan secara umum[10]. Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari data yang khusus kemudian dijadikan titik kesimpulan yang umum.
b.   Deduktif
            Metode Deduktif yaitu Pengambilan kesimpulan dari keadaan yang bersifat umum.[11] Atau cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum untuk memberikan penilaian pada suatu kejadian yang bersifat khusus.[12] 

6.            Sistematika penulisan
Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami isi dari risalah ini, maka  penulis menyusun urutan dalam sistematika yang terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab penjelasan. Sehingga merupakan suatu kesatuan utuh yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisannya adalah senagai berikut:
BAB I       PENDAHULUAN
Untuk mempermudah dalam proses topik atau gagasan yang menjadi pembahasan, maka dengan demikian pada bab ini terdiri atas sub bab yang terdiri dari Latar Belakang, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Dan Kontribusi Penulisan, Pembatasan Dan Perumusan Masalah, Metode Penulisan Dan Sistematika Penulisan.
BAB II       TINJAUAN PUSTAKA TENTANG HATI MANUSIA DAN MACAM-MACAM KECERDASAN
Bab ini terbagi menjadi beberapa pokok sub bahasan yaitu Pengertian hati secara umum, pengertian hati secara ilmu tasawuf, pengertian kecerdasan emosional, pengertian kecerdasan intlektual, dan pengertian kecerdasan spiritual
BAB III     PANDANGAN UMUM TENTANG PERANAN HATI DENGAN ANGGOTA TUBUH LAINNYA
Bab ini terbagi menjadi beberapa pokok bahasan yaitu klasifikasi hati, hal-hal yang menyebabkan sakitnya hati dan beberapa obatnya
BAB IV     PENGARUH HATI MANUSIA TERHADAP PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL, INTLEKTUAL DAN SPIRITUAL
bab ini berisikan tentang pembahasan inti diantaranya, pengaruh hati manusia terhadap perkembangan kecerdasan emosional, pengaruh hati manusia terhadap perkembangan kecerdasan intlektual, pengaruh hati manusia terhadap perkembangan kecerdasan spiritual
BAB V      PENUTUP 
Bab ini berisi Kesimpulan, Saran-Saran, Penutup, Dan Sebagai Pelengkap Pada Bagian Akhir Dicantumkan Daftar Pustaka Dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TENTANG HATI DAN MACAM-MACAM KECERDASAN
A.    Pengertian hati secara umum
Sebelum penulis membahas pengertian hati secara ilmu tsawuf atau yang termasuk dari pembahasan inti dari risalah terlebih dahulu penulis akan menerangkan tentang pengertian hati secara umum atau lebih terpusat pada hati ditinjau dari ilmu biologi.
Adapun hati ditinjau secara ilmu biologi Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, terdapat di rongga perut sebelahkanan atas, berwarna kecoklatan. Hati mendapat suplai darah dari pembuluh nadi(arteri hepatica) dan pembuluh gerbang (vena porta) dari usus. Hati dibungkusoleh selaput hati (capsula hepatica). Hati terdapat pembuluh darah dan empeduyang dipersatukan selaput jaringan ikat (capsula glison).
Hati juga terdapat sel-sel perombak sel darah merah yan gtelah tua disebut histiosit.Sebagai alat eksresi hati menghasilkan empedu yang merupakan cairan jernihkehijauan, di dalamnya mengandung zat warna empedu (bilirubin), garam empedu, kolesterol dan juga bacteri serta obat-obatan. Zatr warna empeduterbentuk dari rombakan eritrosit yang telah tua atau rusak akan ditangkaphistiosit selanjutnya dirombak dan haeglobinnya dilepas.[13]

B.     Pengertian hati secara ilmu tasawuf
Menurut teori imam ghozali hati di devinisikan menjadi dua devinisi yaitu :
1.      Imam ghozali menyebutkan bahwa yang dinamakan hati adalah segumpal daging yang berwarna merah kehitam-hitaman yang terdapat dalam diri manusia  yang terletak di bagian kiri tubuh manusia beliau juga mengatakan bahwa hati manusia ini memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena hati ini berfungsi sebagai penyaring sari-sari makanan.[14]
Oleh karena itu dengan devinisi ini penulis dapat sedikit memberikan komentar bahwasanya barang siapa yang menghendaki untuk menjadi manusia yang memiliki kebiasaan yang baik maka biasakanlah untuk memakan makanan yang baik pula, makanan yang di dapat dengan cara yang halal dan makanan tersebut juga memang bukan makanan yang di haramkan oleh syara’ karena dari makanan ini pengaruhnya akan besar terhadap perkembangan kecerdasan anak didik.
Di sebabkan seluruh makanan yang masuk keperut manusia akan di hisap sari-sarinya oleh hati manusia sehingga jika hati manusia terlalu banyak menghisap sari makanan yang haram maka hati akan menjadi keras dan sulit untuk menerima pelajaran dari seorang guru.
2.      Devinisi yang kedua imam ghozali mendevinisikan hati adalah Anggota tubuh manusia yang sangat halus yang memiliki hubungan langsung dengan ruh yang dapat bert’aluk ( berhubungan ) langsung dengan sang kholik dan hati inilah yang merupakan hakikat manusia yang sebenarnya. [15]
Devinisi yang kedua ini bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur Ruhaniyah dan Bahamiyah. Ruhaniyah artinya manusia terdiri dari ruh yang membutuhkan makanan beruba amalan amalan rohani seperti belajar beribadah serta mengenal sang kholik lebih jauh, sedangkan unsur bahamiyah artinya manusia juga sama seperti halnya hewan yang selalu membutuhkan makanan, minuman, serta hubungan dengan lawan jenis.


C.     Pengertian Kecerdasan Emosional / Emotional Quotient (EQ)
Kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif.
Fungsi dari Emotional Quotient (EQ) adalah menentukan emosi serta amarah yang akan dilakukan dalam menghendaki keinginan yang penuh dengan egois.
 Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.
Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan..Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.[16]

D.    Pengertian Kecerdasan Intelektual / Intelligence Quotient ( IQ )
Kecerdasan Intelektual atau Inteligensi Quotient adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Adpun  fungsi dari Intelligence Quotient ( IQ ) adalah berfikir secara logis dalam mengarahkan peran fikiran dalam menentukan sesuatu dengan bijak dan konsekuensi.
 Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan
Kecerdasan intelektual bisa berasal dari gen tetapi bisa juga dibentuk. Pembentukan kecerdasan intelektual bisa dilakukan dengan berbagai cara dan harus dilakukan sejak masa kehamilan. [17]
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 % seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf  mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.

E.     Pengertian Kecerdasan Spiritual / Spiritual Quotient (SQ)
Kecerdasan Spiritual / Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Fungi dari Spiritual Quotient (SQ) adalah peran ruh yang langsung ada hubungan dengan Allah (hablumin Allah) yang mempengaruhi tingi rendahnya harkat serta martabat seseorang, semakin tinggi spiritulnya maka akan tinggi pula kedekatnya kepada sang Kholiq.
 Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.[18]
            Menurut Imam Al Ghazali kecerdasan ini dapat diperoleh melalui wahyu dan ilham. Wahyu merupakan ‘kata-kata’ yang menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara umum, yang diturunkan Allah kepada NabiNya dengan maksud untuk disampaikan kepada oranglain sebagai petunjukNya. Sedangkan ilham hanya merupakan ‘pengungkapan’ (mukasyafah) kepada manusia pribadi yang disampaikan melalui batinnya. Al Ghazali tidak membatasi ilham itu hanya pada wali tetapi diperuntukkan kepada siapapun juga yang diperkenankan oleh Allah. [19]



BAB III
PANDANGAN UMUM
TENTANG PERANAN HATI DENGAN ANGGOTA TUBUH LAINNYA
A.    Klasifikasi hati
Hati manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi: Qalbun Shahih (hati yang suci), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan Qalbun Maridl (hati yang sakit).[20]
1.      Qalbun Shahih
yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu yang menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada selain rasul-Nya. Karenanya, hati ini murni pengabdiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik pengabdian secara iradat (kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya. Bahkan seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika membenci maka kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi atau bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena Allah. Dan tidak hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan bertahkim kepada syari’at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan prinsip tersendiri dalam menjadikan Muhammad saw sebagai suri tauladan dalam segala hal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÏds)è? tû÷üt/ Äytƒ «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ììÏÿxœ ×LìÎ=tæ
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[QS. Al-Hujurat:1].[21]

Adapun untuk dapat mengetahui hati yang shalih tentu penulis juga akan menyebutkan beberapa Ciri-ciri Qalbun Shahih diantaranya :
a.        Apabila hati pergi meninggalkan dunia menuju dan berdomisili di alam akhirat, sehingga seakan ia termasuk penduduknya. Ia datang ke dunia fana ini bagaikan seorang asing yang kebetulan singgah sebentar sebelum meneruskan perjalanan menuju alam akhirat.
Sebagaimana telah diwasiatkan Nabi saw kepada Abdullah bin Umar :
كن في الدنيا كانك غريب او عابر السبيل ( رواه البخاري )
Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu jalan.[HR. Bukhari].[22]
b.      Jika ia tertinggal wirid, atau sesuatu bentuk peribatan lainnya, maka ia merasakan sakit yang tiada terperi ,melebihi sakitnya orang yang tamak dan kikir saat kehilangan barang kesayangannya.
c.       Ia senantiasa rindu untuk dapat mengabdikan diri di jalan Allah, melebihi keinginan orang yang lapar kepada makanan dan minuman. Yahya bin Mu’aldz berkata: “Barangsiapa yang merasa berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatupun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barang siapa tentram dan puas dengan Allah maka orang lain tentram pula ketika melihat dirinya.
d.      Apabila tujuan hidupnya hanya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
e.       Bila sedang melakukan sholat, maka sirnalah semua kegundahannya dan kesusahan kaena urusan dunia. Sebab di dalam sholat telah ia temukan kenikmatan dan kesejukan jiwa yang suci.
f.       Sangat menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakanya, melebihi rasa kekhawatiran orang bakhil dalam menjaga hartanya.
g.      Tidak pernah terputus dan futur (malas) untuk mengingat Allah Idan berdzikir kepada-Nya.
h.      Lebih mengutamakan pada pencapaian kualitas dari suatu amal perbuatan daripada kuantitas. ia lebih condong pada keikhlasan dalam beramal, mengikuti petunjuk syari’at rasulullah saw di samping ia selalu merenungi segala bentuk karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan mengakui tentang kelalaian dan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2.       Qalbun Mayyit
Qalbun Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat, hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. dan ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan murka akan perbuatannya. Ia tidak peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci, memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hati jenis ini adalah hati yang jika diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaedah sedikitpun, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menutup hati mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Nåk÷]ÏBur `¨B ßìÏJtGó¡o y7øs9Î) ( $uZù=yèy_ur 4n?tã öNÍkÍ5qè=è% ºp¨ZÏ.r& br& çnqßgs)øÿtƒ þÎûur öNÍkÍX#sŒ#uä #\ø%ur 4 bÎ)ur (#÷rttƒ ¨@à2 7ptƒ#uä žw (#qãZÏB÷sム$pkÍ5 4 #Ó¨Lym #sŒÎ) x8râä!%y` y7tRqä9Ï»pgä ãAqà)tƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ÷bÎ) !#x»yd HwÎ) 玍ÏÜ»yr& tû,Î!¨rF{$# ÇËÎÈ  

Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu‘.”[QS. Al-An'am:25].[23]
Ayat ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mempergunakan telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
(#qä9$s%ur $oYç/qè=è% þÎû 7p¨ZÅ2r& $£JÏiB !$tRqããôs? Ïmøs9Î) þÎûur $oYÏR#sŒ#uä ֍ø%ur .`ÏBur $oYÏZ÷t/ y7ÏZ÷t/ur Ò>$pgÉo ö@yJôã$$sù $uZ¯RÎ) tbqè=ÏJ»tã ÇÎÈ  
(Mereka berkata:) Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”[QS. Fushilat:5].[24]

Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman.
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ   BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù Ÿw tbqãèÅ_ötƒ ÇÊÑÈ  
 Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah kembali kepada jalan yang benar.” [Al-Baqarah:17-18].[25]

3.       Qalbun Maridl
Qalbun Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa kejahilan. Hati yang sedang di cekam sakit akan mudah menjadi parah apabila tidak diobati dengan hikmah dan maud’izah.
Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Ÿ@yèôfuÏj9 $tB Å+ù=ムß`»sÜø¤±9$# ZpuZ÷FÏù šúïÏ%©#Ïj9 Îû NÍkÍ5qè=è% ÖÚt¨B ÏpuÅ$s)ø9$#ur öNßgç/qè=è% 3 žcÎ)ur tûüÏJÎ=»©à9$# Å"s9 ¥-$s)Ï© 7Ïèt/ ÇÎÌÈ  
Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya.”[QS. Al-Hajj:53].[26]
Ciri-ciri Qalbun Maridl
1)      Boleh jadi hati manusia sedang sakit , bahkan tanpa disadari. Lebih tragis bahwa hatinya sebenarnya mati, namun si empunya tidak menyadari.
2)      Tanda-tanda spesifik hati yang sedang sakit atau mati adalah jika ia tidak merasa sakit dan pedih oleh goresan-goresan pisau kemaksiatan, Hal itu disebabkan karena hatinya telah rancu dan teracuni, sehingga tidak dapat lagi membedakan antara nilai kebenaran dan aqidahnya yang batil.

1.      Hal-hal yang menyebabkan sakitnya hati dan beberapa obatnya
Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut.
Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati:
اللهم اني اعوذبك من علم لا ينفع وقلب لا يخشع ودعاء لا يسمع ونفس لا تشبع
“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat.”
Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati. Merujuk pada doa di atas, kita bisa menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:
Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Kedua, mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis.
Nabi SAWmenyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair). Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang salih sebagai mereka yang …seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak. Di antara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakâun (orang-orang yang selalu menangis) karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak bisa menahan tangisannya.
Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat kepada kami. Berguncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu meminta, “Ya Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran diantara kaum muslimin yang banyak …” Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan karena kekhusyukan.”
Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.
Adapun ciri keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan didengar Tuhan.[27]

Cara Mengobati Penyakit Hati
Dalam kitab Ihya Ulum Ad Diin Imam Al Ghozali mengatakan :
فمن اراد ان يعرف عيوب نفسه فله اربعة طرق :
“ Barang siapa yang ingin mengetahui aib-aib yang terdapat pada dirinya sendiri  maka baginya terdapat empat cara :”
الاول أن يجلس بين يدي شيخ بصير بعيوب النفس مطلع علي خفايا الافات ويحكمه في نفسه ويتبع إشارته في مجاهدته
Cara pertama untuk mengobati penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Serta mengikuti seluruh saran-sarannya untuk membersihkan diri.”
الثاني أن يطلب صديقا صدوقا بصيرا متدينا
“ Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur, memiliki pengetahuan tentang aib kita serta tergolong teman yang memiliki agama. “
صديقك من صدقك لا من صدقك
Karena Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang `membenar-benarkan’ kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.
الثالث أن يستفيد معرفة عيوب نفسه من ألسنة أعدائه فان عين السخط تبدى المساوي ولعل انتفاع الانسان بعدو مشاحن يذكره عبوبه اكثر من إنتفاعه بصديق مداهن
“ Ketiga, jika sulit mendapatkan sahabat yang jujur, kita bisa mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri.”

الرابع : أن يخالط الناس فكل ما رأه مذموما فيما بين الخلق فاليطالب نفسه به وينسبها إليه 
" Keempat, memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita.”
Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.
Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi akan menutup tulisan ini; Alkisah, di sebuah kota ada seorang pria yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Walikota sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia akan memotongnya besok. Namun sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan,tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.
Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya, “Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar (Haidar adalah nama kecil Imam Ali), potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali.”
Yang dimaksud Rumi dengan pohon berduri dalam hati adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah lemah.[28]









BAB IV
PENGARUH HATI MANUSIA TERHADAP PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL, INTLEKTUAL DAN SPIRITUAL
A.    Pengaruh hati manusia terhadap perkembangan kecerdasan Emosional
Dahulu orang lebih mengandalkan sesuatu berdasarkan pada kecerdasan intelektual (IQ). Seiring dengan perkembangan zaman kondisi tersebut berubah dengan keberadaan EQ (Emotional Quotient). Dahulu banyak yang berpendapat bahwa orang yang memiliki IQ tinggi akan memberikan pengaruh sangat besar bagi peradaban dunia.Sekarang pernyataan tersebut dibantah dengan kenyataan yang menunjukkan bahwa IQ tinggi bukanlah jaminan seseorang agar dapat sukses,melainkan harus pula dengan dukungan EQ. Riset membuktikan bahwa seorang eksekutif atau professional yang memiliki EQ tinggi adalah orang yang mampu mengatasi konflik yang sedang dihadapinya.
Dalam berbagai situasi, EQ mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan IQ, seperti dalam penetapan sebuah visi, cara untuk berkomitmen dll.Pengembangan EQ dalam dunia pendidikan masih tergolong lemah, semuanya lebih dialihkan pada kemampuan atau kecerdasan intelektual (IQ) semata. Padahal IQ hanyalah suatu “kemampuan dasar” yang cenderung terbatas pada ketermpilan standar dalam melakukan suatu aktivitas.
Berbeda jika EQ diterapkan dalam pendidikan formal maupun nonformal,maka adanya dorongan untuk menjadi orang yang sukses bukan sesuatu yang sulit diraih.Goleman menerangkan dalam bukunya tentang keunggulan EQ dalam mencapai prestasi. Alhasil,dari teori tersebut banyak diciptakan orang-orang sukses, tidak hanya di negaranya,bahkan di seluruh dunia,seperti yang terjadi pada Bill Gates, orang terkaya di dunia.
Berdasarkan hasil survey di Amerika Serikat pada tahun 1918 tentang IQ,ternyata ditemukan sebuah paradoks yang membahayakan.Sementara skor IQ anak-anak makin tinggi,kecerdasan emosi mereka justru menurun.Yang paling mengkhawatirkan adalah data hasil survey besar-besaran terhadap orang tua dan guru bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi bila dibandingkan dengan generasi terdahulunya. Ditemukan inti kemampuan pribadi dan social yang sama,yang terbukti kemudian menjadi inti utama keberhasilan yaitu Kecerdasan Emosi.
Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi (EQ), yang dipercaya mempunyai peranan penting dalam usahanya mencapai suatu kesuksesan? Robert K.Cooper, Ph.D. menjawab bahwa “Kecerdasan Emosi adalah kemampuan merasakan,memahami dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi,informasi,koneksi dan pengaruh yang manusiawi.”
Jadi,jelas sekali bahwa kecerdasan emosi (EQ) bersumber dari hati yang sebenarnya adalah kekuatan yang melebihi kemampuan dari intelektual (IQ) yang mampu mengarahkan manusia untuk mencapai apa yang menjadi keinginannya.
Satu hal yang harus diperhatikan dari EQ ini yaitu jangan hanya menjadikannya sebagai suatu ilmu saja tanpa adanya realisasi yang nyata. Artinya,terkadang kita tahu tentang hal yang baik dan buruk.Di sinilah pentingnya realisasi atau pelatihan dari apa yang sudah dipelajari.[29]

B.     Pengaruh hati manusia terhadap perkembangan kecerdasan intlektual
Kecerdasan intelektual cenderung lebih terdapat pengaruhnya pada anggota tubuh manusia yang bernama akal oleh karenanya tak heran seseorang yang memiliki IQ yang tinggi biasanya akan lebih mengandalkan akalnya dari pada hatinya, akan tetapi tentu kecerdasan akalpun memiliki hubungan yang erat dengan kejernihan hati, dengan kata lain bila hati jernih maka akan bertambah pula kecerdasan berfikirnya.
Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan/khazanah otak manusia. Manusia memikirkan dirinya, orang-orang di sekitarnya dan alam semesta. Dengan daya pikirnya, manusia berupaya mensejahterakan diri dan kualitas kehidupannya. Pentingnya mendayagunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung. Redaksi al-Qur'an dan al-Hadis tentang berfikir atau mempergunakan akal cukup variatif. Ada yang dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual manusia. Manusia tidak hanya disuruh memikirkan dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya. Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan ke-Mahakuasaan Sang Pencipta (Allah SWT). Dari pemahaman inilah tumbuhnya Tauhid yang murni ."Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal" hendaknya dimaknai dalam konteks ini.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu". Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemar lah yang dapat memancarkan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak bicara tentang kesucian hati.[30]

C.    Pengaruh hati manusia terhadap perkembangan kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual berhubungan dengan perlindungan dan pengembangan jiwa, yang dalam Kamus Bahasa Inggris Oxford didefinisikan sebagai “identitas moral dan emosional” serta intensitas dari “energi intelektual dan emosional”.
Kecerdasan spiritual (SQ), pertama kali dicetuskan oleh Danah Zohar dari Harvard University dan Ian Marshall dari Oxford University yang diperoleh berdasarkan penelitian ilmiah yang sangat komprehensif. Pada tahun 1977, seorang ahli syaraf, V.S. Ramachandran bersama dengan timnya dari California University, menemukan keberadaan God Spot dalam jaringan otak manusia dan ini adalah pusat spiritual (spiritual center) yang terletak di antara jaringan syaraf dan otak.
Kemudian dari spiritual center ini akan menghasilkan suara hati yang memiliki kemampuan lebih dalam menilai suatu kebenaran bila dibandingkan dengan pancaindra. Begitu hebatnya kekuatan dari suara hati yang berada di dalam God Spot, tetapi bagaimana bentuk dan jenisnya itu, belum ada satu orang penulis barat yang dapat mengidentifikasi suara hati tersebut.
Dilihat dari sejarahnya,antara EQ dan SQ memiliki jalan yang bertolak belakang, di mana pendukung aliran spiritual mencoba untuk menghalangi realitas ilmu.Walaupun keduanya berbeda, namun sebenarnya antara EQ dan SQ mempunyai kemampuan yang sama pentingnya dan saling mengisi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian terangkum ke dalam ESQ (Emotional and Spiritual Quotient), yaitu tingkat pemikiran baru yang dapat mengatasi permasalahan dalam hal pengembangan emosi dan spiritual berdasarkan prinsip. Adanya penggabungan ini dapat membentuk pribadi yang optimis, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, berkreativitas, memiliki ketahanan mental, berintegrasi dan sebagainya yang kemudian dapat memberikan kesuksesan dalam kehidupan.[31]

BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan,
B.     Saran-Saran,
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dengan ini memberikan saran demi kemajuan perkembangan kecerdasan seseorang, yaitu :
1.      Hendaknya seseorang selalu memberikan didikan bathin terhadap hatinya dengan beberapa hal yang memiliki nilai positif agar dapat mempengaruhi kecerdasan intelektualnya, kecerdasan emosional dan spiritual..
2.      Ketentraman hati seseorang tentu akan mempengaruhi kecerdasannya oleh karenanya seorang guru dalam menyampaiakan materi kepada semua anak didiknya tidak hanya mementingkan pungsi otak saja tetapi juga harus selalu memperhatikan ketenangan hati anak didiknya.

C.     Penutup,
Alhamdulillah segala puji dan sukur kehadiran illahi robbi yang telah memberi fikiran serta kekuatan secara lahir maupun batin sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan risalah ini walau masih banyak kekurangan, penulis mengharap  kritik yang membangun, semoga  risalah ini bermanfaat untuk penulis sendiri maupun pembaca, amin-amin ya robbal alamin. Dan  terimaksih kami ucapakan.


[1] Departemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Bandung : CV. Penerbit DIPONEGORO ), hal. 174
[1] Imam Yahya bin Syarofuddin An Nawawi, Al Arbain An Nawawiyah, ( Surabaya : Al Haramain ), hal. 10
[1] Drs. Sucipto Suntoro, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ( Solo : Cv. Bringin 55 ), hal. 145
[1] Windy Novia, KAMUS ILMIAH POPUPER, ( ------- : Wi Press Wacana Intelektual ), cet. 1, hal. 201
[1] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, ( Yogyakarta : PT. Andi Ofset, 2000 ), jilid 1 dan 2, hal. 26
[1] Kholid Narbuko,  Metodologi Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang, 1989 ), hal. 137
[1] James Drawer, Kamus Psikologi, (Jakarta : Bina Aksara, 1998M),terj, nanci simanjuntak. Cet.I,hal.488
[1] Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai pustaka, 1990), Cet.III, hal. 191
[1]Imam Ghozali, Ihya Ulum Ad Diin, ( Semarang : Karya Toha Putra ), juz 3, hal 3
[1] Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, ( Yogyakarta : Grafindo Litera Media 2010 ) cet. 1, hal. 98
[1] Majalah Wanita Ummi, edisi 4 Tahun 2002, hal. 24
[1]Syaifuddin, Kebersihan Hati Kiat mudah menghilangkan sifat sombong ( riya ), ( Bandung : Media Hidayah ), 2007, cet. 1, hal. 23

[1]Abi Hamid  Al Ghozali, Dkk, Tazkiyatun Nufus, ( Beirut : Daar Al Qolam ), hal. 128
[1] Imam Ghozali, Ihya Al Ulum Ad Diin, ( Semarang : Karya Toha Putra ), juz 3, hal. 325
[1] Patton, Patricia, Dr. 2002. EQ-Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Jakarta. PT. Mitra Media Publisher.
[1]Tikollah , MR dkk (2006) “Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kercerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi”. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, hal. 98
































[1] Departemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, ( Bandung : CV. Penerbit DIPONEGORO ), hal. 174
[2] Imam Yahya bin Syarofuddin An Nawawi, Al Arbain An Nawawiyah, ( Surabaya : Al Haramain ), hal. 10
[3] Ibid, hal. 10
[4] Drs. Sucipto Suntoro, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ( Solo : Cv. Bringin 55 ), hal. 145
[5] Windy Novia, KAMUS ILMIAH POPUPER, ( ------- : Wi Press Wacana Intelektual ), cet. 1, hal. 201
[6] Ibid, hal. 320
[7] Ibid, hal. 585
[8] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, ( Yogyakarta : PT. Andi Ofset, 2000 ), jilid 1 dan 2, hal. 26
[9] Kholid Narbuko,  Metodologi Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang, 1989 ), hal. 137
[10] James Drawer, Kamus Psikologi, (Jakarta : Bina Aksara, 1998M),terj, nanci simanjuntak. Cet.I,hal.488
[11] Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai pustaka, 1990), Cet.III, hal. 191
[12]Sutrisno Hadi, Loc Cit,  hal.42
[14]Imam Ghozali, Ihya Ulum Ad Diin, ( Semarang : Karya Toha Putra ), juz 3, hal 3
[15] Ibid, juz 3, hal. 3
[17] Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, ( Yogyakarta : Grafindo Litera Media 2010 ) cet. 1, hal. 98
[18] Majalah Wanita Ummi, edisi 4 Tahun 2002, hal. 24
[20]Syaifuddin, Kebersihan Hati Kiat mudah menghilangkan sifat sombong ( riya ), ( Bandung : Media Hidayah ), 2007, cet. 1, hal. 23

[21] Op. Cit, Al Qur’an Dan Terjemahnya, hal. 516
[22]Abi Hamid  Al Ghozali, Dkk, Tazkiyatun Nufus, ( Beirut : Daar Al Qolam ), hal. 128
[23] Op. Cit, Al Qur’an Dan Terjemahnya, hal.  131
[24]Ibid , hal. 478  
[25] Ibid, hal. 5
[26]Ibid, hal. 339
[27] Imam Ghozali, Ihya Al Ulum Ad Diin, ( Semarang : Karya Toha Putra ), juz 3, hal. 325
[28] Ibid, juz 3, hal. 62
[29] Patton, Patricia, Dr. 2002. EQ-Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Jakarta. PT. Mitra Media Publisher.
[30]Tikollah , MR dkk (2006) “Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kercerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi”. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, hal. 98

[31]Ibid, hal. 135  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar