Kamis, 18 Oktober 2012

“ pendidikan etika remaja ( kajian analisis Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 )”


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pendidikan islam merupakan suatu hal yang paling penting bagi warga suatu Negara, dikarenakan maju dan mundurnya suatu Negara dipengaruhi  oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan warga Negara tersebut. Salah satu bentuk pendidikan yang begitu mendasar adalah pendidikan agama. Pendidikan agama menjadi modal dasar dan tenaga pembangkit yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa.
Sementara itu pendidikan adalah komponen yang sangat penting pada system pendidikan. Karena pendidikanlah yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan dimana telah ditentukan bersama komponen lain yang saling berkaitan.
Dalam islam, pihak yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik adalah orang tua yaitu ayah dan ibu. Tidak berbeda dengan teori barat, tugas pendidika dalam pandangan islam secara umum ialah mendidik yaitu mengapresiasikan seluruh potensi anak didik baik kognitif afektif maupum psikomotorik agar berkembang secara seimbang sampai ketingkat optimal. Karena orang tua adalah pendidika yang utama, maka secara langsung pendidikan menjadi tugas utama orang tua.
Karena keterbatasan orang tua dalam segi pengetahuannya, maka orang tua menyerahkan tugas mendidik anaknya tersebut kepada lembaga yang bernama sekolah. Terlebih pada era globalisasi seperti sekarang ini, hampir semua orang tua mempercayakan semuanya kepada sekolah.
Anggapan kebanyakan orang yang sudah menahun yaitu sekolah di jadikan sebagai satu-satunya tempat transferensi ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial kemasyarakatan, nilai-nilai akhlak religious dan sebagainya. Dari itu berarti pesan penting pendidika yang sebenarnya di pegang oleh orang tua beralih pada guru disekolah.
Belakangan ini sangat di sayangkan, posisi pendidik di zaman modern ini berbeda dengan tempat yang di berikan  kepadanya dalam islam. Hampir kebanyakan pendidik sekarang hanya di pandang sebagai petugas semata yang mendapatkan gaji dari Negara atau organisasi swasta dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus di laksanakannya. Tugasnya hanya melaksanakan tanggung jawab tersebut dan jarang di harapkan untuk melangkan lebih jauh dari situ. Sebutlah komersialisme atau modernisasi yang akibatnya menciptakan jarak antara pendidik dan peserta didiknya serta menghilangkan ikatan-ikatan yang muncul antar keduanya.[1]
Di luar sekolahpun para guru dengan begitu mudahnya melepas profesionalisme mereka, mereka melupakan peran penting sebagai teladan, terutama dalam tingkah lakunya yang selalu di sorot kapanpun dan dimanapun.
Anak didik yang berupa remaja, sangat rentang terhadap pengaruh luas karena seseorang sedang mengalami peralihan, yaitu peralihan dari dunia kekanak-kanakan menuju kedewasaan, dari sinilah seorang remaja yang sedang mengalami kelabilan.
Keberhasilan atau kegagalan suatu bangsa ditentukan oleh remajanya. Apabila remajanya baik maka negaranyapun ikut baik pula tetapi jikalau sebaliknya maka hancurlah Negara itu.
Dari situlah pendidikan etika bagi suatu bangsa sangatlah diperlukan terutama di Negara Indonesia. Negara yang beragam suku bangsa, etnis dan budaya sikap saling menghormati dan menghargai tentu turut andil pada perjalanan bangsa dalam bernegara.

B.     Alasan pemilihan judul
Berdasarkan latar belakang seperti yang telah tertulis diatas penulis mengambil sebuah kesimpulan untuk membuat risalah dengan judul “ pendidikan etika remaja ( kajian analisis al qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 )” dengan beberapa alas an diantaranya :
1.      Penulis ingin lebih dalam mengetahui kandungan surat Al Mujadalah ayat 11 tentang ajaran mengenai bagaimana sikap yang baik terhadap orang lain.
2.      Bahwa pendidikan etika merupakan salah satu wasilah untuk menjadi insane yang baik dan berbudi luhur, yang mana sasaran utamanya adalah hati seseorang kemudian di implementassikan dalam sikap kesehariannya.
3.      Merenungkan ayat-ayat al qur’an dan hadits nabi sesungguhnya dapat memberi petunjuk untuk merealisasikan tujuan pendidikan etika, namun justru sering kali terlupakan dalam kajian-kajian, prinsip dan penerapan dalam bersosial.
Dari alasan-alasan diatas penulis merangkum uraian-uraian tersebut menjadi sebuah judul risalah : “ pendidikan etika remaja ( kajian analisis Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 )”
C.    Pembatasan dan perumusan masalah
Agar ruang lingkup permasalahan dalam penulisan risalah ini terarah dan tidak keluar dari pembahasan, maka penulis membatasi masalah menjadi kerangka pemikiran sebagai berikut :
1.      Pendidikan : yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan-latihan.[2]
2.      Etika : ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral ( akhlak ).[3]
3.      Remaja : Peralihan diri seseorang dari dunia kekanak-kanakan menuju dunia kedewasaan.
4.      Al qur’an : kalam Allah swt yang merupakan mukjizat yang di wahyukan kepada nabi Muhammad saw, dittulis dalam bentuk mushaf, diriwayatkan secara mutawattir dan membacanya adalah ibadah.[4]
5.      Al Mujadalah : surat Al Mujadalah termasuk dalam surat madaniyah, surat ini dinamai Al Mujadalah karena pada awal surat ini disebut pengaduan seorang istri yang dalam riwayat disebut bernama khaulah binti sa’labah. Perempuan itu telah di dzihar oleh suaminya, sehingga mereka tidak dapat bergaul lagi. Khaulah mencoba memberi pengertian kepada suaminya, akibat dziharnya itu terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu suaminya ingin kembali kepada nya. Tetapi telah ada penghalang karena dziharnya itu. Maka si istri pergi meminta kepada rasulullah saw. Sebagai jawabannya maka turunlah ayat-ayat di permulaan surat ini. Surat ini juga di namai juga Al Mujadalah yang berarti pembantahan.[5]
Dari pembatasan masalah yang tersebut di atas, maka luasnya ruang lingkup seputar pendidikan penulis batasi dengan memfokuskan pembahasan pada masalah pendidikan etika saja. Agar pembaca mudah memahami hubungan antara judul dan isi risalah, terlebih dahulu penulis jelaskan bahwa etika yang dimaksud adalah mengetahui tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) yang harus dimiliki oleh seorang remaja di zaman sekarang.
Sehingga dari batasan-batasan yang terurai diatas, terformulasi rumus sebagai berikut :
1.      Bagaimana cara menjaga etika khususnya para muda-mudi ?
2.      Apa nilai pendidikan etika yang terkandung dalam al qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 ?
D.    Tujuan dan kontribusi penulis
Menimbang beberapa alasan diatas, maka tujuan penulisan risalah ini antara lain adalah :
1.      Untuk mengetahui pendidikan etika yang ideal dalam ranah pendidikan spiritual.
2.      Untuk menguraikan nilai-nilai kependidikan ke etikaan yang terkandung dalam al qur’an surat Al Mujadalah ayat 11.
3.      Untuk memaparkan suatu etika khususnya bagi para remaja dalam rangka menjaga keharmonisan dalam kemasyarakatan.
 
E.     Metode penulisan
Dalam metode penulisan, Untuk mewujudkan maksud penulis risalah ini penulis melakukan tahapan- tahapan sebagai berikut:
1.      sumber data
     Sebagai langkah awal terlebih dahulu dicari sumber data sebagaimana menurut sutrisno hadi dalam dalam buku metodologi research diuraikan bahwa sumber data ialah “ persoalan penting dimana dapat diperoleh “.[6] Dalam hal ini melalui study literature atau library research,yaitu metode yang dilakukan dengan cara memilih buku-buku atau literature yang berkaitan dengan judul risalah.melalui sumber data primer dan sumber data sekunder.
   Untuk sumber data primer  diambil  dari tafsir al qur’an surat Al Mujadalah  sedangkan sumber data sekunder diambil dari buku-buku maupun kitab yang  ada kaitanya dengan judul risalah.
2.      Pengumpulan data
     Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode observasi yaitu “ metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara sistematis atas fenomena-fenomena yang di selidiki [7].kemudian data-data tersebut digolongkan menjadi kulifikasi yang diarahkan pada pola pikir logis melalui pendekatan sebagai berikut:
a.       induktif
yakni “ pengambilan kesimpulan berdasarkan keadaan yang khusus diperlukan secara umum ”[8]. dengan tujuan untuk mendapat gambaran yang jelas dari dta yang khusus. Kemudian dijadikan titik kesimpulan yang umum.



b.      deduktif
  yakni “ pengambilan kesimpulan dari keadaan yang bersifat umum “[9]. Atau cara berpikir yang berasal dari pengetahuan yang bersifat umum,untuk memberikan penilaian pada suatu kejadian yang bersifat khusus.
F.      Sistematika Penulisan
            Demi mempermudah dalam mempelajari dan memahami kandungan risalah ini, maka penulis menyusun urutan dalam sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yang kesemuanya memiliki keterkaitan antar satu bab dengan bab yang lain dengan perincian sebagai berikut:
Bab I               : PENDAHULUAN
Dalam bab I ini penulis menguraikan tentang pendahuluan, latar belakang    masalah, alasan pemilihan judul, tujuan dan kontribusi  penulisan, pembatasan dan perumusan masalah,metode penulisan serta sub bab sistematika penyusunan risalah.
Bab II             : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab II ini terdiri beberapa sub ban diantaranya Devinisi Pendidikan, pengertian etika, devinisi remaja, devinisi dan tujuan pendidikan etika renaja dan al qur’an sebagai rujukan fundamental pendidikan.
Bab III              : GAMBARAN UMUM TENTANG SURAT AL MUJADALAH DAN PESAN PENDIDIKAN DALAM SURAT AL MUJADALAH AYAT 11
Pada bagian bab III ini penulis membahas tentang gambaran umum surat Al Mujadalah, gambaran dan asbabun nuzul setrta tafsir surat Al Mujadalah ayat 11, isi kandungan surat Al Mujadalah ayat 11, dan pesan pendidikan  dalam surat Al Mujadalah ayat 11. 
Bab IV              : APLIKASI PENDIDIKAN ETIKA YANG TERKANDUNG DALAM SURAT ALMUJADALAH AYAT 11
Pembahasan dalam bab IV ini merupakan inti pembahasan tentang etika-etika yang harus dipelihara oleh seorang remaja ketika bermasyarakat menurut etika yang terkandung dalam surat Al Mujadalah ayat 11.
Bab V                         : PENUTUP
Adalah bab terakhir atau penutup yang berisikan  kesimpulan dan saran-saran. Kemudian sebagai bahan pelengkap dicantumkan pula daftar pustaka dan sekilas daftar riwayat hidup penulis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi Pendidikan
Pendidikan merupakan kata lain dari Guru. Dari segi Bahasa, Pendidikan diambil dari kata “didik” yang artinya memelihara dan member latihan mengenai akhlak kemudian[10], diberi imbuhan “an” menjadi didikan, yang berarti hasil mendidik pada umumnya anak-anak[11] lalu, pada awal kata diberi imbuhan “pen” menjadi pendidik, dapat diartikan orang yang mendidik[12]. Kata tersebut disempurnakan menjadi pendidikan yang berarti peruses pengubahan sikap dan tata laku seseorang untuk menciptakan sebuah karakter[13].
Dalam buku Pemikiran Pendidikan Islam mendefinisikan pendidikan adalah seorang menyampaikan ilmu, member nasihat dan teladan bagi anak didiknya. Untuk itu pendidikan harus mampu mempertahankan penampilannya sebagai orang terbaik dimata anak didiknya,  sekaligus penanggungjawab pertama dalam pendidikan anak berdasarkan ajaran-ajaran agama islam[14].  Seorang pendidik harus mampu mendidik manusia secara utuh terlebih lagi dalam pendidikan etika, sebab tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta agar menjadi insan yang seutuhnya.
Namun pada kenyataannya, hamper para pendidik pada realita sekarang mendidik hanya demi memperoleh materi keduniaan semata. Semestinya, setiap pendidik hendaknya senantiasa menumbuhkan dan mengembangkan ilmu dan amalnya kepada peningkatan yang lebih, sehingga patut dan cocok menja dipenasehat. Seorang pendidik tidak patut berdiri dengan tangan terbelanggu kebelakang pundaknya melihat penyimpangan yang dilakukan oeh murid-muridnya. Seorang pendidik tidak patut berdiam diri tidak bergerak dan tidak mengambil inisiatif apa pun dalam menyaksikan anak didiknya melakukan kemaksiatan. Janganlah para pendidik merasa kewajibannya hannya mengisi otak anak didiknya saja, tanpa pernah mengajurkan mereka kejalan takwa dan taat kepada Allah SWT dan janganlah hannya mengharap dan menunggu gaji akhir bulan, sehingga melupakan kepentingan yang pokok yaitu berdakwah, menyeru kepada agama Allah SWT[15], karena allah SWT telah berfirman dalam kitab Al Qur’an yang mulia :
ö@è% È@ôÒxÿÎ/ «!$# ¾ÏmÏFuH÷qtÎ/ur y7Ï9ºxÎ7sù (#qãmtøÿuù=sù uqèd ׎öyz $£JÏiB tbqãèyJøgs ÇÎÑÈ  
Artinya : 
Katakanlah :” dengan karunia Allah dan Rahmatnya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatnya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.( QS. Yunus (10) : 58)[16].
Dengan demikian pendidik sebagai uswatun khasanah, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pendidik yang baik. Dalam hal ini Imam Al-Ghozali mensyaratkan untuk orang yang dapat menjadi pendidik adalah orang yang telah mencapai derajat alim. Dalam arti pendidik telah dapat mendidik dirinya sendiri,  kehidupannya dihiasi dengan akhlak yang mulia, sebat, syukur, ikhlas, tawakal, berlaku benar dan lain sebagainya[17].
B.     Pengertian Etika
1.      Asal Usul Etika
Etika (etimologi), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Idendtik dengan perkataan moral yang berasaa dari kata Latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga Adat atau cara hidup.
Etika dan Moral sama artinya,tetapi dalam pemakain sehari hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.[18]
2.      Definisi Etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah “etika” pun berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa,; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan,sikap, cara berfikir. dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah : adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika “yang oleh filsuf yunani besar Aristoteles (384-322 s.M.) sudah dipakai untuk menunjukan fisafat moral. Jadi jiak kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “ etika “ berarti:  ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adapt kebiasaan.[19]
Dari definisi etika diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan emapat hal sebagai berikut, pertama, dilihat dari segi objek pembahasanya,etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilhat dari segi sumbernya, etika bersumber pada mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas,tidak berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebaliknya. Selain itu, etika juga bermanfaat berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi,psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya,etika berfungsi sebagai penilai,penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai,buruk,mulia, terhormat, hina, dan sebagianya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilakukan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian system nilai-nilai yang ada. Keempat, dilhat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan ketentuan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan filosof barat mengenai perbuatan  baik atau buruk dapat dikelompokan kepada pemikiran etika sifatnya Humanistis dan antroposentris yakni bersifat paara pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.[20]
Jadi Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia kepda lainnya, menyatakan sutu tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melkukan apa yang harus diperbuat.[21]
a.      Pengertian Akhlak dan Ilmu Akhlak
1)      Pengertian Akhlak
Menurut etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab  AKHLAK bentuk jamak dari mufradnya khuluq KHULUQ  yang berarti “budi pekerti”. Sinonimnya : etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin,etos yang berarti “kebiasaan”. Moral berasal dari bahasa Latin juga, mores, juga berarti “kebiasaan “.
Angkatan kata “budi pekerti” ,Dalam bahasa Indonesia, merupakan kata majemuk dari kata “Budi” dan “pekerti”.Perkataan “Budi” berasal dari bahasa sansekerta, bentuk isim fa’il atau alat yang berarti “yang sadar” atau “yang menyadarakan” atau “alat kesadaran”. Bentuk mashdarnya (momonverbal) budh yang berarti “kesadaran ”.Sedang bentuk mafulnya (objek) adalah budha,artinya “yang disadarkan”,pekerti,berasal dari Bahasa Indonesia sendiri,yang berarti “kelakuan”.
Menurut  terminologi : Kata “budi pekerti” yang terdiri dari kata budi dan pekerti; “budi” ialah yang ada pada manusia,yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, ratio,yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behaviour. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[22]

2)      Pengertian Ilmu Akhlak
a)      Menurut Al-Ustadz Jaad Al-Maulana
Ilmu akhlak adalah ilmu yang menyelidiki perjalanan hidup manusia di muk bumi ini dan mempergunakannya sebagai norma atau ukuran untuk mempertimbangkan perbuatan,apa yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkataan dan menyingkap hakikat baik dan buruk.
b)      Menurut Mahdi Ahkam
Ilmu akhlak adalah ilmu yang menyelidiki perbuatan manusia dari arah/ baik dan buruk ilmu percontohan tertinggi untuk perbuatan manusia dan menyelidiki perbuatan yang terakhir manusia.[23]

b.      Aturan-aturan/ Norma-norma dalam etika.
1)      Aturan-aturan Perilaku Agama (Adab al-din).
Tuhan menyatakan kehendakan-Nya kepada manusia dan menetapkan kewajiban-kewajiban agama tanpa menginginkan imbalan atau keharusan yang memaksa-Nya untuk melakukan hal tersebut ; :Ia hanya berniat memberikan keuntungan kepada manusia melalui karunia-Nya yang tak terbatas,” yang dimanifestasikan melalui anugerah (ni’am) yang tak terhingga yang ia limpahkan kepada mereka. Dengan karunia dan kasih saying-Nya, tidak satupun dari tiga tipe kewajiban yang kita bebankan kepada manusia yang bentuk keyakinan, perintah dan larangan yang melampaui batas kemampuan mereka. Setiap tipe kewajiban ini, sekalipun telah ditetapkan Tuhan, secara rasional dapat diterima akal sehat. Ini adalah perintah dan larangan yang benar. “ karena ia memerintahkan suatu kewajiban yang benar (ma’ruf) dan melarang sesuatu yang salah (Munkar), sehingga perintah-Nya dan larangan-Nya terhadap  munkar menunjukan ketidakridoan-Nya.
Pemenuhan kewajiban-kewajiban ini di samping sangat esensial bagi sebuah ketaatan juga berperan sebagai sarana kebahagian abadi dalam kehidupan hari akhir.[24]
2)      Aturan-Aturan Perilaku Dunia (Adab Al-Dunya)
Bagian yangt berkaitan dengan “perilaku dunia” membangun tema tentang kelemahan dan rasa ketidakpuasan manusia yang sama pentingnya dengan ide-ide ukhrowi. Karena kelemahan dan rasa ketidakpuasan ini, maka manusia memerlukan bimbingan dan sikap qana’ah terhadap perbuatannya dan dengannya diharapkan dapat melawan kesombongan dan dipaksa untuk kembali kepada Tuhan.[25]

3)      Aturan-aturan Perilaku Individu (Adab Al Nafs)
Bagian ketiga dari karya al-Mawardi Adab al-Dunya Wa al-Din juga berhubugan dengan “Perilaku Individu” dan dapat dikatakan bahwa ia sangat berminat dengan analisis mengenai kebaikan-kebaikan manusia, seperti kerendahan hati, sikap yang baik, kesederhanaan, control diri, amanat, dan terbatas dari iri hati serta kebaikan-kebaikan social, seperti ucapan yang baik dan menjaga rahasia, iffah, sabar, dan tabah, memberi nasehat baik, menjaga kepercayaan dan kepantasan.[26]

c.       Istilah Lain Tentang Etika
1)      Etika dan Moral         
Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakain sehari hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.[27]
Etika dan Moral sama artinya,tetapi dalam pemakain sehari hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.[28]
2)      Amoral dan Immoral
Masih mengenai istilah, perlu dibedakan antara amoral dan immoral. Disini terpaksa kita bertolak dari istilah-istilah inggris, karena dalam Bahasa Indonesia kita mengalami kesulitan. Oleh concise oxford dictionary kata amoral diterangkan sebagai “Unconcerned” With, out of the sphere of moral, non moral”. Jadi, kata Inggris amoral berarti : “tidak berhubungan konteks moral”, diluar suasana etis”, “non moral”. Dalam kamus yang sama immoral dijelaskan sebagai “opposed to morality; morality evil”. Jadi, kata Inggris “immoral” berarti : bertentangan dengan moralitas yang baik”, “secara moral buruk”,”tidak etis”.
3)      Etika dan Etiket.
Dalam rangka menjernihkan istilah harus kita simak lagi perbedaan antara “etik“ dan “ etiket “. Kerap kali dua istilah ini dicampuradukkan begitu saja, padahal diantaranya sangat hakiki. “Etika” disini berarti “ moral “ dan “ Etiket “berarti “sopan santun “ (tentu saja, disamping arti lain: “secarik kertas yang ditempelkan pada botol atau kemasan barang”).
Etikat menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya, jika saya menyerahkan sesuatu kepada atasan, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket, bila orang menyerahkan sesuatu dengan tangan kiri. Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya sesuatu perbuatan; etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan boleh atau tidak. Mengambil barang milik orang lain tanpa izin tidak pernah dibolehkan. “jangan mencuri” merupakan suatu norma etika.[29]

C.     Definisi Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adoles cere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implicit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Dalam berbagai buku psikologi terdapat perbedaan pendapat tentang remaja namun pada intinya mempunyai pengertian yang hamper sama. Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan masa anak dengan dewasa, ada yang menggunakan istilah puberty (inggris) puberteit (Belanda), pubertasi (latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian dan keperempuanan. Ada pula yang menyebutkan istilah adulescento (latin) yaitu masa muda. Istilah pubercense yang berasal dari kata pubis yang dimaksud dengan pubishair atau mulai tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan.
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adams &Gullota (dalamAaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahunhingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa  remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual,  dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papaliadan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

D.    DefinisidanTujuanPendidikanEtikaRemaja
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, caraberpikir. Jadi, etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika tidak sama dengan etiket, “Etika” berarti “moral” dan “Etiket” berarti “sopan santun”.
Etika berkaitan dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai dan pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu:
1.      Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2.      Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum.
3.      Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Misalnya nilai keindahan, kebenaran maupun lingkungan.
4.      Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Misalnya nilai-nilai pribadi. Ada empat macam nilai-nilai kerohanian, yaitu:
a.       Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
b.      Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada perasaan manusia.
c.       Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsure kehendak manusia.
d.      Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral danetika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang sangat erat yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:
1.      Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia.
2.      Menjadi alat control atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai warga masyarakat
3.      Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4.      Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitas kemasyarakatannya
5.      Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa merasakan indahnya bermasyarakat dengan harmonis.

E.     Al Quran sebagai Rujukan Fundamental Pendidikan
Pendidikan Islam, baik sebagai kosep, maupun sebagai aktifitas yang bergerak dalam rangka Pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tetang pendidikan Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yang mendasar (fundamental)21.
            Sebagian besar umat Islam sepakat menetapkan sumber atau dasar yang fundamental, yaitu Al Quran, Sunnah, Ijtihad. Kesepakatan itu tidak semata didasarkan kemauan bersama tetapi kepa dasar-dasar yang berasal dari Al Quran dan Assunnah sendiri, seperti disebutkan dalam Al Quran surat an-Nisa ayat105 :
إنّا أنزلنا إليك الكتب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله ولا تكن لِّلخائِنين خصيما                                                 
Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara menusia dengan papa yang telah allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidakbersalah) karena (membela) orang yang khianat”. (QS. An-Nisa : 105)22
Dan Hadits :
تركت فيكم امرين لنتضلوا ما ان تمسكتم بهما كتاب الله ورسوله                                                                  
“ Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya  apa bila berpegangan kedua haltersebut, yaitu AlQuran dan Sunnah rasulullah. (HR. Malik)
Begitu pula penetapan as-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam didasarkan pada ayat Al Quran, salah satunya yaitu surat al-Hasyr ayat7 :
وما ءاتاكم الرّسول فخذوه وما نهاكم عنه فانْتهوأ                                                                                 
“…Apa-apa yang disampaikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…”(QS. Al Hasyr :7)23
Sedangkan penetapan ijtihad sebagai sumber ajaran Islam, sebagaimana sumber yang lain  didasarkan kepada ayat-ayat Al Quran da as-Sunnah uang lain seperti dalam Al Quran Surat an-Nisa ayat 59 :
يأيّها الذين ءامنواْ أطيعواْ الرّسول وأوْلى الآمر منكم فإن تنازعتم فى شئٍ فردّوه إلى اللهِ والرّسول        
“ Wahai orang- orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-nya serta Ulil Amri, apabila kalian berselisih maka kembalilah kepada Allah dan Rasul-nya…” (QS. An-Nisa)24
Dari penjelasan di atas, Al Quran tetap jadi prioritas pertama yang menjadi dasar paling fundamental bagi pendidikan. Mengenai makna lafadz Al Quran sendiri terbagi menjadi dua yaitu :
1.    Secara Etimologi (asal kata), Al Quran berasal dari bahasa Arab yaitu“Qaraa” yang berarti “membaca”, namun as-Syafi’I menyebutkan bahwa Al Quran tidak berasal dari kata apapun, karena Al Quran merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang nama itu dating dari Allah, maka tidak perlu dinisbatkan kepada suatu akar kata apapun.
2.    SecaraTerminologi al-Quran berarti :
a.       Menurut Abdul Wahab Khallaf
Al Quran adalah firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, Undang-Undang bagi seluruh umat manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir25.
b.      Menurut Muhammad Salim Muhsin
Al Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang ditulis dalam mushaf-mushaf dan diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir dam membacanya dipandang ibadah, serta sebagai penentang (bagi yang tidak percaya) walaupun surat pendek.
c.       MenurutHabsy as-ShiddiqiydanDepag RI.
Al Qur’an adalah kalam Allah SWT. Yang merupakan mukjizat yang diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan membacanya sebagi ibadah.



Dengan definisi tersebut maka Al Qur’an paling tidak mengandung ciri-ciri :
a)      WahyuTuhan
b)      DiturunkankepadaNabi
c)      MelaluiMalikatJibril
d)     Membacanyasebagaiibadah
e)      Sebagimu’jizatbagiNabi Muhammad SAW.
Dapat pula diuraikan bahwa Al Qu’an merupakan himpunan wahyu yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan perantara malaikat Jibril. Al Qu’an tidak diwahyukan secara keseluruhan, tetapi turun secara sebagian-sebagian sesuai dengan timbulnya kebutuhan dalam masa kira-kira 23 tahun. Diturunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur bertujuan untuk memecahkan setiap problem yang timbul dalam masyarakat dan juga menunjukan suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada suatu waktu adalah mustahil, karena Al Qur’an turun menjadi petunjuk bagi kaum muslimin diwaktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan yang terjadi26.
AL Qur’an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan manusia. Segala persoalan terdapat hal pokoknya didalam Al qur’an. Karena Al Qur’an berisi aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela. Mempunyai nilai Universal dan tidak terkait oleh ruang dan waktu, nilai ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.

BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG SURAT AL-MUJADALAH DAN PESAN PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-MUJADALAH AYAT

A.    Gambaran Umum Surat Al-Mujadalah
Surat Almujadilah atau Al-mujadalah, menurut mayoritas ulama adalah madaniah.Al-qurtubi dalam tafsirnya mengemukakan riwayat yang menyatakan bahwa hanya ayatnya pada awal surat yang madaniah, Sedang sisanya turun sebelum nabi hijrah ke madinah.Riwayat lain hanya mengecualikan ayat tujuh.
Namanya terambil dari ayat pertama surat ini yang menguraikan ebat yang dilakukan oleh seorang wanita terhadap nabi saw. Jika penamaan itu berdasarkan pelaku, ia dinamai mujadilah. Dan jika dilihat  perdebatan itu sendiri serta dialog yang terjadi antara wanita itu dan nabi saw, namanya adalah Al-mujadalah. Nama lain dari surat ini adalah Qad samia’ allah karena itulah kalimat pertama pada ayatnya yang pertama. Ada juga yang menamainya surat Azh-zhihar karena surat ini membatalkan adat kebiasaan masyarakat jahiliyah yang juga dipraktikan oleh kaum muslimin madinah. Pada masa itu, jika seorang suami melakukan zhihar yakni berkata kepada istrinya “ engkau bagiku seperti punggung ibuku”, ucapan ini dinilai sebagai ucapan yang mengandung makna majaz (metaforis) yang berarti bahwa istri  tidak  lagi halal untuk digauli. Tetapi dalam saat  yang sama ucapan ini bukanlah perceraian sehingga istri tidak dapat kawin dengan pria lain. Memag, tema utama dalam surat ini adalah persoalan zhihar. Disamping uraian tentang etika yang hendaknya diperhatikan dalam majlis ta’lim nabi serta apa yang hendaknya dilakukansebelum menghadap nabi Muhammad saw.
Sayyid quthub menilai bahwa surat ini adalah pendidikan masyarakat islam dimadinah yang disiapkan allah untuk tampil dengan perannya yang penting dalam pentas dunia ini. Masyarakat islam etika itu masih sangat bertingkat-tingkat keimanannya an keataatn mereka. Ada yang demikian tinggi, yaitu yang masuk kedalam kelompok As-sabiqun  dan ada juga yang belum mencapai peringkat itu, bahkan ada orang-orang munafik. Dibutuhkan ketekunan dan upaya serius, kesabaran yang panjang untuk meluruskan hal-hal yang besar maupun kecil dalam rangka membina masyarakat tersebut. Nah surat ini terlihat sebagian dari upaya serius tersebut, sebagaimana terbaca pula cara yang ditempuh oleh Al-quran dalam membina jiwa manusia dan membatalkan adat istiadat buruk yang berlaku, dalam hal ini adalah persoalan zhihar. Sebagaimana ditemukan juga gambaran tentang perjuangan islam menghadapi musuh-musuhnya, baik kaum musyrikin, yahudi, maupun orang-orang munafik. Demikian antara lain sayyid quthub.
Tema dan tujuan ini diisyaratkan oleh nama surat Al-mujadilah. Demikian juga kisahnya pada awal dan akhir surat.sebagaimana diisyaratkan pula oleh pengulangan nama allah yang teragung (Allah). Pengulangan yang tidak ditemukan pada surat-surat lain dimana dalam surat ini tidak ada ayat yang tidak disertai oleh nama itu (Allah). Demikian lebih kurang Al-biqo’i.
Surat ini dinilai sebagai surat yang ke-103 dari segi perurutan turunnya surat-surat Al-quran, ia turun sesudah surat Al-munafiqun dan sebelum surat At-tahrim, ada juga yang menyatakan sebelum surat Al-hujurat atau surat Al-ahzab. Jumlah ayat-ayatnya menurut cara penghitungan ulama madinah dan mekah sebanyak 21 ayat dan menurut ulama kuffah, bashroh dan syam sebanyak 20 ayat, dan pada kenyataannya berjumlah 22 ayat. Pokok-pokok isinya adalah sebagai berikut:
1.      Hukum-hukum
Hukum zhihar dan sangsi-sangsi bagi orang yang melakukannya bila ia menarik perkataannya kembali; larangan menjadikan musuh islam sebagai teman; larangan mengadakan perundingan rahasia untuk memusuhi islam.
2.      Lain-lain
Menjaga sopan santun dalam majlis pertemuan;adab sopan santun terhadap rosulullah saw; sikap seorang mukmin terhadap orang-orang yang bukan mukmin. Pengusiran terhadap bani Nadir dari kota madinah.


B.     GAMBARAN DAN ASBABUN NUZUL  SERTA TAFSIR
1.      Gambaran dan Asbabunnuzul
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu: “berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya allah akan melapangkan buat kamu, dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan allah terhadap apa yang kamu kerjakan Maha Mengetahui.
Larangan berbisik yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntutan akhlak guna membina hubungan harmonis antara sesame. Berbisik ditengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat diatas masih merupakan tuntunan akhlak. Kalau ayat uang lalu menyangkut pembicaraan rahasia, kini menyangkut perbuatan dalam satu majlis. Ayat diatas member tuntunan bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapa pun: “Berlapang-lapanglah, yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat untuk orang lain, dalam majlis-majlis, yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila di minta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan sukarela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan ; “Berdirilah kamu ketempat yang lain, atau untuk diduduki tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad , maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha mengetahui.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat diatas turun pada hari Jumat. Ketika itu, Rasul SAW. Berada di satu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan beliau memberi tempat khusus bagi para sahabat yang terlibat dalam Perang Badr kerena besarnya jasa mereka. Ketika majelis tengah berlangsung, beberapa orang di antara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat it uterus berdiri. Maka nabi asw. Memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain,yang tidak terlibat dalam Perang Badr, untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. Perintah Nabi itu mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri  dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memcah belah dengan berkata ; “katanya Muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak”. Nabi yang mendengar kritik itu bersabda; “allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”. Kaum beriman menyambut tuntunan nabi dan ayat diatas pun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.
Apa yang dilakukan Rasul saw. Terhadap sahabat-sahabat beliau yang memiliki jasa besar itu dikenal juga dalam pergaulan internasional dewasa ini. Kita mengenal ada yang dinamai peraturan protokoler,dimana penyandang kedudukan terhormat memiliki tempat-tempat terhormat disamping Kepala Negara kerena memang, seperti penegasan al-Qur’an, bahwa:

لاّيستوِى القاعدونَ من المؤمنين غير أوْلى الضرر والمجاهدون فى سبيل الله بأموالهم وأنفسهم فضّل اللهُ المجاهدين بأموالهم وانفسهم على القاعدين درجةً وكلاًّ وعد الله الحسنى وفضّل الله المجاهدين على القاعدين أجرًا عظيمًا
“Tidaklah sama antara mukmin yang dudukselain yang mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta mereka dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan diri mereka atas orang-orang yang dduk, satu derajat. Kepada masing-masing, Allah menjanjikan pahala yang besar” (QS. An-Nisa’ [4]: 95). (baca juga firman-Nya dalam QS. Al-hadid [57]: 10).
2.      Tafsir
Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (إفسحوا) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang. Sedang, kata (انشزوا) unsyzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanyaberarti beralih ketempat yang tinggi. Yang dimaksud disini pindah ketempat yang lain untuk memberi  kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada ditempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan satu aktivitas positif. Adajuga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama disana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi saw. Yang lain dan yang segera beliau hadapi.
Kata (مجالس) majalis adalah bentuk jamak dari kata (مجلس) majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. Memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud disini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika anda- wahai yang muda- duduk di bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab  jika anda berdiri dan memberinya tempat duduk.
Al-Qhurthubi menulis bahwa bisa saja seseorang mengirim pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya  tempat duduk, asal sang pembantu berdiri meninggalkan tempat itu  ketika yang mengutusnya datang dan duduk. Di sisi lain,  tidak diperkenankan meletakan sajdah atau semacamnya un tuk menghalangi orang lain duduk ditempat itu.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derajat –derajat,yakni yang lebih tinggi dari pada yang sekadar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di milikinya itulah yang beperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya. Bukan akibat dari factor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan (الّذين أوتوا العلم) allazina utu al-ilm/ yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang dimaksud ayat diatas  bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. Fathir [35]: 27-28, Allah aekian banyak menguraikan makhluk Ilahi dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: Yangtakut dan kagum kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Ini menunjukan bahwa ilmu dalam pandangan Al Qur’an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain, itu juga menunjukan bahwa ilmu harusah menghasilkan khasyyah, yakni rasa kagum dan takut kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya  serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. Rasul saw. Seringkali berdoa: “Allahumma inni a’udzu bika min ‘ilm(in) la yafna’ (Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat)”.

C.    Isi Kandungan Dan Pesan Pendidikan Etika Dlam Surat Al Mujadalah Ayat 11
Surat Al Mujadalah ayat 11 ini memberikan penjelasan bahwa bila diantara kaum muslimin ada yang diperintah Rosulullah saw untuk berdiri memberikan kesempatan kepada orang tertentu untuk duduk, atau mereka diperintahkan untuk pergi terlebih dahulu, hendaklah mereka berdiri atau pergi, karena beliau ingin memberikan penghormatan kepada orang-orang ikut dalam perang badar, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan agama, atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.
Dari ayat-ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut :
1.      Para sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasulullah saw. Agar mudah mendengar perkataan yang beliau sampaikan kepada meraka.
2.      Perintah memberikan tempat kepada orang yang baru dating merupakan anjuran, jika memungkinkan dilakukan untuk menimbulkan rasa persahabatan antar sesama yang hadir.
3.      Sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka Allah akan memberikan kelapangan pula kepadanya didunia dan di akhirat.

Memberi kelapangan kepada sesama muslim dalam pergaulan dan usaha dalam mencari kebaikan dan kebajikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasul saw.
Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam majelis hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majlis itu atau mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majlis itu.
Jika dipelajari meksud ayat di atas, ada satu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang yang menghadiri suatu majlis baik yang dating pada waktunya atau yang terlambat, selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa. Bagi yang terlebih dahulu datang, hendaklah memnuhi tempat di muka, sehingga orang yang dating kemudian tidak perlu melangkahi atau mengganggu orang ya ng telah lebihdahulu hadir.
Bagi yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud sabda Nabi saw :
لايقيم الرجل الرجلَ من مقعده ثم يجلس فيه ولكن تفسّحوْا وتوسّعو ( رواه مسلم عن ابن عمر )
 “janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk ditempat tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang”. ( H.R. Muslim dariIbnu Umar ).
Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengankat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram dalam masyarakat, demikian oaring-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi disisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan dengan yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan member balasan yang adil sesuai perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surge dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.
Dari penjabaran diatas penulis mencoba menyimpulkannya yaitu :
1.      Jika pemimpin persidangan meminta agar meluangkan beberapa tempat duduk untuk orang-orang yang dihormati, maka hendaklah permintaan itu di kabulkan
2.      Hendaklah orang-orang yang menyadari persidangan atau pertemuan, baik yang lebih dahulu dating atau yang kemudian, sama-sama menjaga suasana damai, aman dan tentram dalam persidangan itu.
3.      Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman, berilmu dang beramal saleh.
4.      Allah mengetahui segala yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Dia akan memberikan balasan dengan seadil-adilnya.










BAB IV  
ETIKA YANG HARUS DI PELIHARA OLEH REMAJA KETIKA BERMASYARAKAT MENURUT QS AL MUJADALAH AYAT 11

A.    Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
Agama Islam mengajarkan agar kita selalu hormat dan sopan kepada semua orang yang lebih tua, dari mereka yang sudah mengenyam banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang. Kita mendapat warisan kebudayaan yang akan kita teruskan, apalagi para pahlawan yang turut memerdekakan bangsa kita. Barang siapa yang bersikap hormat kepada orang yang lebih tua, maka akan dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula pada masa tuanya nanti dan apabila tidak menghormati orang yang lebih tua maka Rasulullah SAW, pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut sebagai umatnya.

B.     Etika Pergaulan Dengan Orang  Yang  Sebaya
Sebaya bisa berarti sama usianya, maka dari itu pergaulan dengan orang sebaya sangat penting. Hampir setiap hari, dikalangan masyarakat maupun di sekolah, kita sering kali berkumpul dengan teman sebaya yang memiliki kesamaan dengan kita dalam beberapa hal. Pada saat kita kesulitan, merekalah orang yang tepat untuk dimintai tolong baik bersifat pribadi pun kita lebih terbuka maka kita harus saling jaga perasaan jangan sampai saling melukai baik fisik maupun hati.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan serta memerlukan bantuan orang lain. Dalam pergaulan sehari-hari kita sela bersama mereka, maka kita patut menghormatinya serta menghargai kedudukan mereka, demikian pula mereka akan menghormati dan menghargai kita, cara bergaul yang baik dengan mereka (orang sebaya) yaitu hendaknya kita turut memikirkan dan mempedulikan persoalan dan kesulitan mereka serta turut meringankan beban permasalahannya.

C.    Etika kepada orang  yang lebih muda.
Dalam pergaulan, tidak hanya orang yang lebih tua dan orang yang menjadi perhatian kita untuk selalu kita hormati, tapi juga orang-orang yang lebih muda. Islam menganjurkan kita agar bersikap merendah dan santun sesama mukmin, termasuk orang yang lebih muda dari kita. Walau kita banyak kelebihan dibanding mereka, kita tak boleh sombong, dan congkak pada mereka justru kita harus membantunya dengan penuh kasih sayang dan segala kecintaan.
Pergaulan dengan orang lebih muda termasuk juga terhadap orang yang keadaan perekonomiannya rendah, pengetahuan dan pengalamannya lebih lemah dari kita, juga anak yatim dan fakir miskin. Terhadap mereka kita wajib menyantuni dan bersikap penuh kasih sayang, tidak berbuat dan berkata kasar, tidak menghina keadaan dan derajat mereka. Jika kita tidak hormat dan tidak sopan terhadap mereka yang lebih muda dari kita, maka niscaya mereka pun tidak akan menghormati kita.

D.    Etika dengan sesame muslim & umat islam
Pergaulan antar sesama muslim berkaitan dengan peraturan-peraturan tentang pergaulan umat Islam antar satu golongan atau satu agama. Kita sebagai muslim dan umat Islam yang menganut ajaran Allah harus mengetahui bagaimana etika pergaulan dikalangan masyarakat muslim, yaitu kita harus bertingkah laku yang sopan santun, lemah lembut dan tidak bertindak salah (keliru) kita harus bisa membedakan yang baik dan buruk seperti halnya bagaimana kita menghadapi berita khayal (kosong) yang dibawa dan disebarkan oleh orang fasik dan jail.
Cara menyelesaikan persengketaan antar sesama orang muslim yang timbul dikalangan umat Islam, yaitu dengan bersatu padu dalam satu tujuan melawan kejahilan orang karena pada dasarnya muslim dan mu’min itu bersaudara hubungannya sangat erat sekali bagaikan bangunan, jika satu penyangga hilang akan roboh, begitu dengan kaum muslim satu ceroboh akan mendatangkan musibah.

E.     Etika dengan non muslim
Agama Islam menganjurkan kepada kita untuk bergaul dengan orang-orang yang berbeda agama dengan agama kita. Pada dasarnya mereka pun sama dengan kita (makhluk ciptaan Allah) hanya saja berbeda keyakinan, banyak beraneka sifat prilaku dan keinginan, juga kepercayaan dan keyakinan yang berbeda namun merupakan bagian dari masyarakat bangsa. Kita membutuhkan mereka dalam hal pekerjaan, perniagaan dan kemasyarakatan. Tak selayaknya kita membedakan orang yang berbeda agama, kita harus tetap bergaul dengan mereka sebagai sesama makhluk Allah dan sebagai anggota masyarakat.

F.     Etika dalam berpakaian & memandang
Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan agama Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai kemampuan si pemakai. Untuk keperluan ibadah sholat di masjid kita dianjurkan pakai pakaian yang baik dan suci bersih (terhindar najis).
Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah digariskan oleh Al Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat, semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran Allah.
Selain berpakaian kita juga memandang, mata adalah anugerah Allah yang paling penting yaitu untuk melihat, mata disini yang dimaksud adalah untung memandang hal-hal yang baik-baik saja, karena Rasulullah mengatakan “janganlah kalian kaumku sekaian semua memandangi sesuatu yang tidak baik (buruk) dengan matamu sekalian umatku.

G.    Etika dalam berbicara
Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara, dengan bicara kita dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.

H.    Etika dalam mekan & Minum
Makan dan minum merupakan kebutuhan manusia untuk dapat bertahan hidup secara wajar dan sehat. Banyak makanan yang langsung diambil dari alam. Dari banyak jenis makanan dan minuman itu, kita dianjurkan oleh agama untuk memilih makanan yang baik dan halal, dan benar-benar diperlukan untuk kesehatan, tidak boleh berlebihan.
Makanan yang baik, adalah makanan yang bergizi. Halal berarti diperbolehkan agama. Makanan yang baik belum tentu halal, demikian juga halal belum tentu baik untuk kesehatan. Jadi kita harus memilih makanan yang baik sekaligus halal. Disini banyak cara makan dan minum harus benar-benar memperhatikan etika, adab, tata krama, dalam memakan dan meminum sesuatu.








BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah penulis menyelesaikan risalah ini, meka dapat penulis simpulkan bahwa:
1.      Gambaran pendidikan etika pada remaja adalah suatu usaha pengubahan sikap dan prilaku seorang remaja untuk menciptakan sebuah karakter yang berdasarkan nilai-nilai luhur yang pada akhirnya melahirkan tindakan terpuji dari remaja itu sendiri  terhadap lingkungan sekitarnya
2.      Nilai pendidikan etika yang terkandung dalam Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 bahwa dalam suatu perkumplan baik perkumpulan itu kecil atau besar, satu golongan maupun lain golongan, kita di tuntut supaya tidak mengedepankan ego diri kita mengalahkan orang lain, dalam hal ini siapa yang mempunyai ha katas sesuatu maka berikanlah haknya. Seorang remaja adalah orang yang sedang mengalami mesa peralihan dari sifat kekanak-kanakan menuju tarap kedewasaan, karena peralian itulah remaja mengalami suatu kondisi dimana ego dalam dirinya itu sangat memuncak jadi apa-apa yang ia rasa sebagai haknya walaupun pada kenyataan nya bukan, ia akan meti-matien meminta haknya itu. Dari sinilah pentingnya pendidikan etika remaja, yaitu memberitahukan hal-hal yang harus dijaga dalam bersosial baik dalam lingkup keluarga, persahabatan dan masyarakat.
3.      Etika yang harus dijaga oleh remaja saat ini antara lain adalah menjaga sikap prilaku terhadap orang yang lebih tua umurnya, yaitu dengan menghormati. Menjaga sikap atau prilaku terhadap orang yang sebaya umurnya, yaitu dengan saling melindungi satu sama lain. Menjaga siakap kepada orang lain yang umurnya lebih muda yaitu dengan menyayanginya dang mengasihinya.menjaga sikap terhadap sesama  baik itu karena satu rumpun masyarakat maupun satu Negara.
           
B.     Saran-Saran
1.      Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh generasi mudanya. Karenanya, Negara harus mempu mendidik para remaja supaya menjadi orang yang berkualitas dan pada gilirannya diharapkan menjadi generasi yang dapat memajuka Negara itu sendiri. Dalam artian Negara dalam menangani para remaja untuk benar-benar lebih serius lagi.
2.       Orang-orang yang berada dekat dengan remaja terutama orang tuanya haruslah mendidik   putra putrinya itu sedari kecil dengan etika, karena supaya ketika beranjak dewasa sudah terbiasa dengan siakap dan tindakan yang mencerminkan kesahajaan.
3.      Dalam membangun suatu hubngan masyarakat harmonis tentram dan sejahtera dibutuhkan sikap diantara para masyarakat itu sendiri terutama kalangan muda yaitu saling memberi haknya seseorang kepada yang bersangkutan . dan pengertian

C.    Penutup
Dengan mengucap rasa syukur Alkhamdulillah atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan risalah ini. Saran dan kritik yang konstuktif penlis harapkan dari pembaca sekalian agar bisa dijadikan suatu pijakan bagi penulis untuk menulis karya ilmiah yang lebih baik dimasa mendatang.
Harapan penulis, mudah-mudahan risalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.




[1] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 2004, hal. 173
[2] Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : balai pustaka), 1990, hal. 204.
[3] Ibid, hal. 237
[4] IAIN sunan Ampel, pengantar study islam, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press), 2006, hal.12
[5] Departemen Agama RI, al Qur’an dan tafsirnya, (Jakarta : lentera Abadi), 2010, hal. 3
[6] Sutrisno hadi,Metodologi research, ( Yogyakarta: PT. Andi Offset,2000) ,Jilid 1, hal 66.
[7]  Kholid Nurbuko,Metodologi Penelitian Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo,1998 ),hal.137
[8]  James Drawer,Kamus Psikologi, ( Jakarta : Bumi Aksara,1994 ). Hal. 15
[9]  Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Loc.Cit,hal.588
[10]Tim penyusunkamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 1990) hal. 204.
[11] Ibid 204
[12]Ibid 204
[13]Ibid 204
[14]Kholik Abdul DKK, PemikiranPendidikan Islam, (Semarang: PustakaPelajar, 1999)hal. 51
[15]Abu bakarAssayyid, Kepada Para Pendidik Islam, (Jakarta: GemaInsani Press,1987), hal. 17
[16]Departemen Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, (Kudus: Menara kudus) hal. 216
[17]Kholik Abdul DKK, loc.cit, hal 96
[18] Achmad Charis Zubair, Kuliah etika, (Jakarta : PT Raja Grafindopersada, 1995)H. 13
[19] K. Bertens, etika, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993) H .4
[20] http : // www.google.com
[21] Farid Ma’ruf, Etika, (Ilmu Akhlak), (Jakarta : 1975), h. 3
[22] Rachmat Djatmika, System Etika Islami, (Jakarta; Pustaka Panjimas),  h.26
[23] Ibid,  hal. 27
[24] Majid Fakhry, Etika Dalam Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar) h.28
[25] Ibid, h. 82
[26] Ibid, h. 86
[27] Op. Cit, h.7
[28] Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : PT. Raja Grafindopersada, 1995) h. 13
[29] Op. Cit, h. 7-9
21KhoironRosyadi, PendidikanProfetik, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2004), hal.163
22Departemen Agama RI, Mushaf Al Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al huda, 2002), hal. 96
23Departemen Agama RI, Mushaf Al Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al huda, 2002), hal. 547
24Ibid, hal. 88
25IAIN SunanAmpel, PengantarStudi Islam, (Surabaya: IAIN SunanAmpel Press, 2006), hal. 18
26HasanBasri, IlmuPendidikan Islam Jilid II, (Bandung: PustakaSetia, 2010), hal. 34-35