BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan islam merupakan suatu hal yang paling penting bagi warga
suatu Negara, dikarenakan maju dan mundurnya suatu Negara dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan
warga Negara tersebut. Salah satu bentuk pendidikan yang begitu mendasar adalah
pendidikan agama. Pendidikan agama menjadi modal dasar dan tenaga pembangkit
yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa.
Sementara itu pendidikan adalah komponen yang sangat penting pada
system pendidikan. Karena pendidikanlah yang akan mengantarkan anak didik pada
tujuan dimana telah ditentukan bersama komponen lain yang saling berkaitan.
Dalam islam, pihak yang paling bertanggungjawab terhadap
perkembangan anak didik adalah orang tua yaitu ayah dan ibu. Tidak berbeda
dengan teori barat, tugas pendidika dalam pandangan islam secara umum ialah
mendidik yaitu mengapresiasikan seluruh potensi anak didik baik kognitif
afektif maupum psikomotorik agar berkembang secara seimbang sampai ketingkat
optimal. Karena orang tua adalah pendidika yang utama, maka secara langsung
pendidikan menjadi tugas utama orang tua.
Karena keterbatasan orang tua dalam segi pengetahuannya, maka orang
tua menyerahkan tugas mendidik anaknya tersebut kepada lembaga yang bernama
sekolah. Terlebih pada era globalisasi seperti sekarang ini, hampir semua orang
tua mempercayakan semuanya kepada sekolah.
Anggapan kebanyakan orang yang sudah menahun yaitu sekolah di
jadikan sebagai satu-satunya tempat transferensi ilmu pengetahuan, nilai-nilai
sosial kemasyarakatan, nilai-nilai akhlak religious dan sebagainya. Dari itu
berarti pesan penting pendidika yang sebenarnya di pegang oleh orang tua
beralih pada guru disekolah.
Belakangan ini sangat di sayangkan, posisi pendidik di zaman modern
ini berbeda dengan tempat yang di berikan
kepadanya dalam islam. Hampir kebanyakan pendidik sekarang hanya di
pandang sebagai petugas semata yang mendapatkan gaji dari Negara atau
organisasi swasta dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus di
laksanakannya. Tugasnya hanya melaksanakan tanggung jawab tersebut dan jarang
di harapkan untuk melangkan lebih jauh dari situ. Sebutlah komersialisme atau
modernisasi yang akibatnya menciptakan jarak antara pendidik dan peserta
didiknya serta menghilangkan ikatan-ikatan yang muncul antar keduanya.[1]
Di luar sekolahpun para guru dengan begitu mudahnya melepas
profesionalisme mereka, mereka melupakan peran penting sebagai teladan,
terutama dalam tingkah lakunya yang selalu di sorot kapanpun dan dimanapun.
Anak didik yang berupa remaja, sangat rentang terhadap pengaruh
luas karena seseorang sedang mengalami peralihan, yaitu peralihan dari dunia
kekanak-kanakan menuju kedewasaan, dari sinilah seorang remaja yang sedang
mengalami kelabilan.
Keberhasilan atau kegagalan suatu bangsa ditentukan oleh remajanya.
Apabila remajanya baik maka negaranyapun ikut baik pula tetapi jikalau
sebaliknya maka hancurlah Negara itu.
Dari situlah pendidikan etika bagi suatu bangsa sangatlah
diperlukan terutama di Negara Indonesia. Negara yang beragam suku bangsa, etnis
dan budaya sikap saling menghormati dan menghargai tentu turut andil pada
perjalanan bangsa dalam bernegara.
B.
Alasan pemilihan judul
Berdasarkan latar belakang seperti yang telah tertulis diatas
penulis mengambil sebuah kesimpulan untuk membuat risalah dengan judul “
pendidikan etika remaja ( kajian analisis al qur’an surat Al Mujadalah ayat 11
)” dengan beberapa alas an diantaranya :
1.
Penulis
ingin lebih dalam mengetahui kandungan surat Al Mujadalah ayat 11 tentang
ajaran mengenai bagaimana sikap yang baik terhadap orang lain.
2.
Bahwa
pendidikan etika merupakan salah satu wasilah untuk menjadi insane yang baik
dan berbudi luhur, yang mana sasaran utamanya adalah hati seseorang kemudian di
implementassikan dalam sikap kesehariannya.
3.
Merenungkan
ayat-ayat al qur’an dan hadits nabi sesungguhnya dapat memberi petunjuk untuk
merealisasikan tujuan pendidikan etika, namun justru sering kali terlupakan
dalam kajian-kajian, prinsip dan penerapan dalam bersosial.
Dari alasan-alasan diatas penulis merangkum uraian-uraian tersebut
menjadi sebuah judul risalah : “ pendidikan etika remaja ( kajian analisis Al
Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 )”
C.
Pembatasan dan perumusan masalah
Agar
ruang lingkup permasalahan dalam penulisan risalah ini terarah dan tidak keluar
dari pembahasan, maka penulis membatasi masalah menjadi kerangka pemikiran
sebagai berikut :
1.
Pendidikan
: yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan-latihan.[2]
2.
Etika
: ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral ( akhlak ).[3]
3.
Remaja
: Peralihan diri seseorang dari dunia kekanak-kanakan menuju dunia kedewasaan.
4.
Al
qur’an : kalam Allah swt yang merupakan mukjizat yang di wahyukan kepada nabi
Muhammad saw, dittulis dalam bentuk mushaf, diriwayatkan secara mutawattir dan
membacanya adalah ibadah.[4]
5.
Al
Mujadalah : surat Al Mujadalah termasuk dalam surat madaniyah, surat ini
dinamai Al Mujadalah karena pada awal surat ini disebut pengaduan seorang istri
yang dalam riwayat disebut bernama khaulah binti sa’labah. Perempuan itu telah
di dzihar oleh suaminya, sehingga mereka tidak dapat bergaul lagi. Khaulah
mencoba memberi pengertian kepada suaminya, akibat dziharnya itu terhadap
anak-anaknya. Oleh karena itu suaminya ingin kembali kepada nya. Tetapi telah
ada penghalang karena dziharnya itu. Maka si istri pergi meminta kepada
rasulullah saw. Sebagai jawabannya maka turunlah ayat-ayat di permulaan surat
ini. Surat ini juga di namai juga Al Mujadalah yang berarti pembantahan.[5]
Dari pembatasan masalah yang tersebut di atas, maka luasnya ruang
lingkup seputar pendidikan penulis batasi dengan memfokuskan pembahasan pada
masalah pendidikan etika saja. Agar pembaca mudah memahami hubungan antara
judul dan isi risalah, terlebih dahulu penulis jelaskan bahwa etika yang
dimaksud adalah mengetahui tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak) yang harus dimiliki oleh seorang remaja di
zaman sekarang.
Sehingga dari batasan-batasan yang terurai diatas, terformulasi
rumus sebagai berikut :
1.
Bagaimana
cara menjaga etika khususnya para muda-mudi ?
2.
Apa
nilai pendidikan etika yang terkandung dalam al qur’an surat Al Mujadalah ayat
11 ?
D.
Tujuan dan kontribusi penulis
Menimbang
beberapa alasan diatas, maka tujuan penulisan risalah ini antara lain adalah :
1.
Untuk
mengetahui pendidikan etika yang ideal dalam ranah pendidikan spiritual.
2.
Untuk
menguraikan nilai-nilai kependidikan ke etikaan yang terkandung dalam al qur’an
surat Al Mujadalah ayat 11.
3.
Untuk
memaparkan suatu etika khususnya bagi para remaja dalam rangka menjaga
keharmonisan dalam kemasyarakatan.
E.
Metode penulisan
Dalam metode penulisan, Untuk mewujudkan
maksud penulis risalah ini penulis melakukan tahapan- tahapan sebagai berikut:
1. sumber data
Sebagai langkah awal terlebih
dahulu dicari sumber data sebagaimana menurut sutrisno hadi dalam dalam buku
metodologi research diuraikan bahwa sumber data ialah “ persoalan penting
dimana dapat diperoleh “.[6]
Dalam hal ini melalui study literature atau library research,yaitu metode yang
dilakukan dengan cara memilih buku-buku atau literature yang berkaitan dengan
judul risalah.melalui sumber data primer dan sumber data sekunder.
Untuk sumber data primer diambil
dari tafsir al qur’an surat Al Mujadalah
sedangkan sumber data sekunder diambil dari buku-buku maupun kitab
yang ada kaitanya dengan judul risalah.
2. Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang
penulis gunakan adalah metode observasi yaitu “ metode penelitian dengan
pengamatan yang dicatat secara sistematis atas fenomena-fenomena yang di
selidiki ”[7].kemudian
data-data tersebut digolongkan menjadi kulifikasi yang diarahkan pada pola
pikir logis melalui pendekatan sebagai berikut:
a. induktif
yakni “ pengambilan kesimpulan berdasarkan keadaan yang khusus
diperlukan secara umum ”[8].
dengan tujuan untuk mendapat gambaran yang jelas dari dta yang khusus.
Kemudian dijadikan titik kesimpulan yang umum.
b. deduktif
yakni “ pengambilan kesimpulan
dari keadaan yang bersifat umum “[9].
Atau cara berpikir yang berasal dari pengetahuan yang bersifat umum,untuk
memberikan penilaian pada suatu kejadian yang bersifat khusus.
F. Sistematika
Penulisan
Demi mempermudah
dalam mempelajari dan memahami kandungan risalah ini, maka penulis menyusun
urutan dalam sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yang kesemuanya
memiliki keterkaitan antar satu bab dengan bab yang lain dengan perincian
sebagai berikut:
Bab I : PENDAHULUAN
Dalam bab I ini penulis menguraikan tentang pendahuluan, latar
belakang masalah, alasan pemilihan
judul, tujuan dan kontribusi penulisan,
pembatasan dan perumusan masalah,metode penulisan serta sub bab sistematika
penyusunan risalah.
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab II ini terdiri beberapa sub ban diantaranya Devinisi
Pendidikan, pengertian etika, devinisi remaja, devinisi dan tujuan pendidikan
etika renaja dan al qur’an sebagai rujukan fundamental pendidikan.
Bab III : GAMBARAN UMUM TENTANG SURAT AL MUJADALAH DAN PESAN PENDIDIKAN
DALAM SURAT AL MUJADALAH AYAT 11
Pada bagian bab III ini penulis membahas tentang gambaran umum
surat Al Mujadalah, gambaran dan asbabun nuzul setrta tafsir surat Al Mujadalah
ayat 11, isi kandungan surat Al Mujadalah ayat 11, dan pesan pendidikan dalam surat Al Mujadalah ayat 11.
Bab IV : APLIKASI
PENDIDIKAN ETIKA YANG TERKANDUNG DALAM SURAT ALMUJADALAH AYAT 11
Pembahasan dalam bab IV ini merupakan
inti pembahasan tentang etika-etika yang harus dipelihara oleh seorang remaja
ketika bermasyarakat menurut etika yang terkandung dalam surat Al Mujadalah
ayat 11.
Bab V : PENUTUP
Adalah bab terakhir atau penutup yang berisikan kesimpulan dan
saran-saran. Kemudian sebagai bahan pelengkap dicantumkan pula daftar pustaka
dan sekilas daftar riwayat hidup penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Pendidikan
Pendidikan
merupakan kata lain dari Guru. Dari segi Bahasa, Pendidikan diambil dari kata
“didik” yang artinya memelihara dan member latihan mengenai akhlak kemudian[10],
diberi imbuhan “an” menjadi didikan, yang berarti hasil mendidik pada umumnya
anak-anak[11]
lalu, pada awal kata diberi imbuhan “pen” menjadi pendidik, dapat diartikan
orang yang mendidik[12].
Kata tersebut disempurnakan menjadi pendidikan yang berarti peruses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang untuk menciptakan sebuah karakter[13].
Dalam buku
Pemikiran Pendidikan Islam mendefinisikan pendidikan adalah seorang
menyampaikan ilmu, member nasihat dan teladan bagi anak didiknya. Untuk itu
pendidikan harus mampu mempertahankan penampilannya sebagai orang terbaik dimata
anak didiknya, sekaligus penanggungjawab
pertama dalam pendidikan anak berdasarkan ajaran-ajaran agama islam[14]. Seorang pendidik harus mampu mendidik manusia
secara utuh terlebih lagi dalam pendidikan etika, sebab tujuan pendidikan adalah
untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta agar menjadi insan yang seutuhnya.
Namun pada kenyataannya,
hamper para pendidik pada realita sekarang mendidik hanya demi memperoleh materi
keduniaan semata. Semestinya, setiap pendidik hendaknya senantiasa menumbuhkan dan
mengembangkan ilmu dan amalnya kepada peningkatan yang lebih, sehingga patut dan
cocok menja dipenasehat. Seorang pendidik tidak patut berdiri dengan tangan terbelanggu
kebelakang pundaknya melihat penyimpangan yang dilakukan oeh murid-muridnya. Seorang
pendidik tidak patut berdiam diri tidak bergerak dan tidak mengambil inisiatif apa
pun dalam menyaksikan anak didiknya melakukan kemaksiatan. Janganlah para pendidik
merasa kewajibannya hannya mengisi otak anak didiknya saja, tanpa pernah mengajurkan
mereka kejalan takwa dan taat kepada Allah SWT dan janganlah hannya mengharap dan
menunggu gaji akhir bulan, sehingga melupakan kepentingan yang pokok yaitu berdakwah,
menyeru kepada agama Allah SWT[15],
karena allah SWT telah berfirman dalam kitab Al Qur’an yang mulia :
ö@è% È@ôÒxÿÎ/ «!$# ¾ÏmÏFuH÷qtÎ/ur y7Ï9ºxÎ7sù (#qãmtøÿuù=sù uqèd ×öyz $£JÏiB tbqãèyJøgs ÇÎÑÈ
Artinya :
Katakanlah
:” dengan karunia Allah dan Rahmatnya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmatnya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.( QS. Yunus (10) : 58)[16].
Dengan demikian
pendidik sebagai uswatun khasanah, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pendidik
yang baik. Dalam hal ini Imam Al-Ghozali mensyaratkan untuk orang yang dapat menjadi
pendidik adalah orang yang telah mencapai derajat alim. Dalam arti pendidik telah
dapat mendidik dirinya sendiri, kehidupannya dihiasi dengan akhlak yang mulia,
sebat, syukur, ikhlas, tawakal, berlaku benar dan lain sebagainya[17].
B.
Pengertian
Etika
1.
Asal Usul Etika
Etika
(etimologi), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Idendtik dengan perkataan moral yang berasaa dari kata Latin “Mos”
yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga Adat atau cara hidup.
Etika dan Moral
sama artinya,tetapi dalam pemakain sehari hari ada sedikit perbedaan. Moral dan
atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.[18]
2.
Definisi Etika
Seperti halnya
dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah “etika” pun
berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani ethos dalam bentuk tunggal
mempunyai banyak arti : tempat tinggal yang biasa,; padang rumput, kandang;
kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan,sikap, cara berfikir. dalam bentuk
jamak (ta etha) artinya adalah : adat kebiasaan. Dan arti terakhir
inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika “yang oleh
filsuf yunani besar Aristoteles (384-322 s.M.) sudah dipakai untuk menunjukan
fisafat moral. Jadi jiak kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “
etika “ berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adapt kebiasaan.[19]
Dari
definisi etika diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan
emapat hal sebagai berikut, pertama, dilihat dari segi objek pembahasanya,etika
berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilhat dari segi
sumbernya, etika bersumber pada mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia
terbatas,tidak berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebaliknya. Selain
itu, etika juga bermanfaat berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti
ilmu antropologi,psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, dan
sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya,etika berfungsi sebagai
penilai,penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai,buruk,mulia, terhormat,
hina, dan sebagianya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor
terhadap sejumlah perilaku yang dilakukan oleh manusia. Etika lebih mengacu
kepada pengkajian system nilai-nilai yang ada. Keempat, dilhat dari segi
sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
ketentuan zaman.
Dengan
ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk
dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan filosof barat
mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokan kepada pemikiran
etika sifatnya Humanistis dan antroposentris yakni bersifat paara pemikiran
manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau
pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.[20]
Jadi
Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan manusia kepda lainnya, menyatakan sutu tujuan yang
harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melkukan apa yang harus diperbuat.[21]
a.
Pengertian
Akhlak dan Ilmu Akhlak
1)
Pengertian Akhlak
Menurut
etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa arab AKHLAK bentuk jamak dari
mufradnya khuluq KHULUQ yang berarti “budi pekerti”. Sinonimnya : etika
dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin,etos yang berarti “kebiasaan”. Moral
berasal dari bahasa Latin juga, mores, juga berarti “kebiasaan “.
Angkatan
kata “budi pekerti” ,Dalam bahasa Indonesia, merupakan kata majemuk dari kata
“Budi” dan “pekerti”.Perkataan “Budi” berasal dari bahasa sansekerta, bentuk
isim fa’il atau alat yang berarti “yang sadar” atau “yang menyadarakan” atau
“alat kesadaran”. Bentuk mashdarnya (momonverbal) budh yang berarti “kesadaran
”.Sedang bentuk mafulnya (objek) adalah budha,artinya “yang
disadarkan”,pekerti,berasal dari Bahasa Indonesia sendiri,yang berarti
“kelakuan”.
Menurut
terminologi : Kata “budi pekerti” yang terdiri dari kata budi dan pekerti;
“budi” ialah yang ada pada manusia,yang berhubungan dengan kesadaran, yang
didorong oleh pemikiran, ratio,yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang
terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut
behaviour. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan
rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[22]
2)
Pengertian Ilmu Akhlak
a)
Menurut Al-Ustadz Jaad Al-Maulana
Ilmu akhlak
adalah ilmu yang menyelidiki perjalanan hidup manusia di muk bumi ini dan
mempergunakannya sebagai norma atau ukuran untuk mempertimbangkan perbuatan,apa
yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkataan dan menyingkap hakikat baik
dan buruk.
b)
Menurut Mahdi Ahkam
Ilmu akhlak
adalah ilmu yang menyelidiki perbuatan manusia dari arah/ baik dan buruk ilmu
percontohan tertinggi untuk perbuatan manusia dan menyelidiki perbuatan yang
terakhir manusia.[23]
b.
Aturan-aturan/
Norma-norma dalam etika.
1)
Aturan-aturan Perilaku Agama (Adab al-din).
Tuhan
menyatakan kehendakan-Nya kepada manusia dan menetapkan kewajiban-kewajiban
agama tanpa menginginkan imbalan atau keharusan yang memaksa-Nya untuk
melakukan hal tersebut ; :Ia hanya berniat memberikan keuntungan kepada manusia
melalui karunia-Nya yang tak terbatas,” yang dimanifestasikan melalui anugerah
(ni’am) yang tak terhingga yang ia limpahkan kepada mereka. Dengan karunia dan
kasih saying-Nya, tidak satupun dari tiga tipe kewajiban yang kita bebankan
kepada manusia yang bentuk keyakinan, perintah dan larangan yang melampaui
batas kemampuan mereka. Setiap tipe kewajiban ini, sekalipun telah ditetapkan
Tuhan, secara rasional dapat diterima akal sehat. Ini adalah perintah dan
larangan yang benar. “ karena ia memerintahkan suatu kewajiban yang benar (ma’ruf)
dan melarang sesuatu yang salah (Munkar), sehingga perintah-Nya dan
larangan-Nya terhadap munkar menunjukan ketidakridoan-Nya.
Pemenuhan
kewajiban-kewajiban ini di samping sangat esensial bagi sebuah ketaatan juga
berperan sebagai sarana kebahagian abadi dalam kehidupan hari akhir.[24]
2)
Aturan-Aturan Perilaku Dunia (Adab Al-Dunya)
Bagian
yangt berkaitan dengan “perilaku dunia” membangun tema tentang kelemahan dan
rasa ketidakpuasan manusia yang sama pentingnya dengan ide-ide ukhrowi. Karena
kelemahan dan rasa ketidakpuasan ini, maka manusia memerlukan bimbingan dan
sikap qana’ah terhadap perbuatannya dan dengannya diharapkan dapat melawan
kesombongan dan dipaksa untuk kembali kepada Tuhan.[25]
3)
Aturan-aturan Perilaku Individu (Adab Al Nafs)
Bagian
ketiga dari karya al-Mawardi Adab al-Dunya Wa al-Din juga berhubugan dengan
“Perilaku Individu” dan dapat dikatakan bahwa ia sangat berminat dengan
analisis mengenai kebaikan-kebaikan manusia, seperti kerendahan hati, sikap
yang baik, kesederhanaan, control diri, amanat, dan terbatas dari iri hati
serta kebaikan-kebaikan social, seperti ucapan yang baik dan menjaga rahasia,
iffah, sabar, dan tabah, memberi nasehat baik, menjaga kepercayaan dan
kepantasan.[26]
c.
Istilah Lain
Tentang Etika
1) Etika dan
Moral
Etika
dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakain sehari hari ada sedikit
perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang
dinilai, sedangkan etika dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.[27]
Etika
dan Moral sama artinya,tetapi dalam pemakain sehari hari ada sedikit perbedaan.
Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika dipakai untuk mengkaji system nilai-nilai yang ada.[28]
2)
Amoral dan Immoral
Masih
mengenai istilah, perlu dibedakan antara amoral dan immoral. Disini terpaksa
kita bertolak dari istilah-istilah inggris, karena dalam Bahasa Indonesia kita
mengalami kesulitan. Oleh concise oxford dictionary kata amoral diterangkan
sebagai “Unconcerned” With, out of the sphere of moral, non moral”. Jadi, kata
Inggris amoral berarti : “tidak berhubungan konteks moral”, diluar suasana
etis”, “non moral”. Dalam kamus yang sama immoral dijelaskan sebagai “opposed
to morality; morality evil”. Jadi, kata Inggris “immoral” berarti :
bertentangan dengan moralitas yang baik”, “secara moral buruk”,”tidak etis”.
3)
Etika dan Etiket.
Dalam rangka
menjernihkan istilah harus kita simak lagi perbedaan antara “etik“ dan “ etiket
“. Kerap kali dua istilah ini dicampuradukkan begitu saja, padahal diantaranya
sangat hakiki. “Etika” disini berarti “ moral “ dan “ Etiket “berarti “sopan
santun “ (tentu saja, disamping arti lain: “secarik kertas yang ditempelkan
pada botol atau kemasan barang”).
Etikat
menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara
yang mungkin, etiket menunjukan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan
serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya, jika saya menyerahkan
sesuatu kepada atasan, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan
kanan. Dianggap melanggar etiket, bila orang menyerahkan sesuatu dengan tangan
kiri. Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya sesuatu perbuatan;
etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah
apakah suatu perbuatan boleh dilakukan boleh atau tidak. Mengambil barang milik
orang lain tanpa izin tidak pernah dibolehkan. “jangan mencuri” merupakan suatu
norma etika.[29]
C.
Definisi
Remaja
Kata
“remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adoles cere yang berarti to
grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang
memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990)
mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja
(adolescent) secara eksplisit melainkan secara implicit melalui pengertian masa
remaja (adolescence).
Dalam
berbagai buku psikologi terdapat perbedaan pendapat tentang remaja namun pada intinya
mempunyai pengertian yang hamper sama. Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa
peralihan masa anak dengan dewasa, ada yang menggunakan istilah puberty
(inggris) puberteit (Belanda), pubertasi (latin), yang berarti kedewasaan yang
dilandasi sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian dan keperempuanan. Ada pula yang
menyebutkan istilah adulescento (latin) yaitu masa muda. Istilah pubercense
yang berasal dari kata pubis yang dimaksud dengan pubishair atau mulai tumbuhnya
rambut di sekitar kemaluan.
Menurut
Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13
tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut
Adams &Gullota (dalamAaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11
hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja
awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahunhingga
18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia
& Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak
dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa
remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, dan juga
terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi
perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih
dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian
dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi
badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain
proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif
yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia
& Olds, 2001).
Yang
dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan
(Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif,
misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan
cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papaliadan Olds, 2001).
Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada
tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1)
perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian
dan sosial.
D.
DefinisidanTujuanPendidikanEtikaRemaja
Etika berasal dari
bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti
yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat;
akhlak, watak; perasaan, sikap, caraberpikir. Jadi, etika adalah nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Etika tidak sama dengan etiket, “Etika” berarti “moral” dan
“Etiket” berarti “sopan santun”.
Etika berkaitan
dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of Sosciology and Related
Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai dan pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas
yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Di dalam nilai itu sendiri
terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Menurut tinggi
rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu:
1.
Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai
yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita
tidak enak.
2.
Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai
yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan
umum.
3.
Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan
yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
Misalnya nilai keindahan, kebenaran maupun lingkungan.
4.
Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkat ini
terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Misalnya nilai-nilai
pribadi. Ada empat macam nilai-nilai kerohanian, yaitu:
a.
Nilai kebenaran yang bersumber pada akal
(ratio, budi, cipta) manusia.
b.
Nilai keindahan atau nilai estetis, yang
bersumber pada perasaan manusia.
c.
Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber
pada unsure kehendak manusia.
d.
Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian
tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan
manusia.
Nilai dan norma
senantiasa berkaitan dengan moral danetika. Istilah moral mengandung integritas
dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang
itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap
dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang sangat erat
yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip
moralitas.
Etika memiliki peranan
atau fungsi diantaranya yaitu:
1.
Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan
penilaian tentang perilaku manusia.
2.
Menjadi alat control atau menjadi rambu-rambu bagi
seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai
warga masyarakat
3.
Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan
moral yang kita hadapi sekarang.
4.
Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi
masyarakat dalam menjalankan aktivitas kemasyarakatannya
5.
Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan,
santun, dan dengan etika kita bisa merasakan indahnya bermasyarakat dengan
harmonis.
E.
Al Quran sebagai Rujukan Fundamental Pendidikan
Pendidikan Islam, baik sebagai kosep, maupun sebagai aktifitas yang
bergerak dalam rangka Pembinaan kepribadian yang utuh, memerlukan suatu dasar yang
kokoh. Kajian tetang pendidikan Islam tidak boleh lepas dari landasan yang
terkait dengan sumber ajaran Islam yang mendasar (fundamental)21.
Sebagian besar umat
Islam sepakat menetapkan sumber atau dasar yang fundamental, yaitu Al Quran,
Sunnah, Ijtihad. Kesepakatan itu tidak semata didasarkan kemauan bersama tetapi
kepa dasar-dasar yang berasal dari Al Quran dan Assunnah sendiri, seperti disebutkan
dalam Al Quran surat an-Nisa ayat105 :
إنّا أنزلنا إليك
الكتب بالحق لتحكم بين الناس بما أراك الله ولا تكن لِّلخائِنين خصيما
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara menusia dengan papa yang
telah allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang
tidakbersalah) karena (membela) orang yang khianat”. (QS. An-Nisa : 105)22
Dan Hadits :
تركت فيكم امرين
لنتضلوا ما ان تمسكتم بهما كتاب الله ورسوله
“ Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat
selamanya apa bila berpegangan kedua haltersebut,
yaitu AlQuran dan Sunnah rasulullah.
(HR. Malik)
Begitu pula penetapan as-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam
didasarkan pada ayat Al Quran, salah satunya yaitu surat al-Hasyr ayat7 :
وما ءاتاكم الرّسول
فخذوه وما نهاكم عنه فانْتهوأ
“…Apa-apa yang disampaikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dan
apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…”(QS. Al Hasyr :7)23
Sedangkan penetapan ijtihad sebagai sumber ajaran Islam,
sebagaimana sumber yang lain didasarkan kepada
ayat-ayat Al Quran da as-Sunnah uang lain seperti dalam Al Quran Surat an-Nisa ayat
59 :
يأيّها الذين ءامنواْ
أطيعواْ الرّسول وأوْلى الآمر منكم فإن تنازعتم فى شئٍ فردّوه إلى اللهِ
والرّسول
“ Wahai orang- orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-nya
serta Ulil Amri, apabila kalian berselisih maka kembalilah kepada Allah dan Rasul-nya…”
(QS. An-Nisa)24
Dari penjelasan di atas, Al Quran tetap jadi prioritas pertama yang
menjadi dasar paling fundamental bagi pendidikan. Mengenai makna lafadz Al
Quran sendiri terbagi menjadi dua yaitu :
1.
Secara
Etimologi (asal kata), Al Quran berasal dari bahasa Arab yaitu“Qaraa” yang
berarti “membaca”, namun as-Syafi’I menyebutkan bahwa Al Quran tidak berasal dari
kata apapun, karena Al Quran merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad yang nama itu dating dari Allah, maka tidak perlu dinisbatkan kepada suatu
akar kata apapun.
2.
SecaraTerminologi
al-Quran berarti :
a.
Menurut
Abdul Wahab Khallaf
Al
Quran adalah firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi
Muhammad SAW. Dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah
kerasulannya, Undang-Undang bagi seluruh umat manusia dan petunjuk dalam beribadah
serta dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang dimulai
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang diriwayatkan kepada
kita dengan jalan mutawatir25.
b.
Menurut
Muhammad Salim Muhsin
Al
Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
ditulis dalam mushaf-mushaf dan diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir
dam membacanya dipandang ibadah, serta sebagai penentang (bagi yang tidak percaya)
walaupun surat pendek.
c.
MenurutHabsy
as-ShiddiqiydanDepag RI.
Al
Qur’an adalah kalam Allah SWT. Yang merupakan mukjizat yang diturunkan atau diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW. Dan membacanya sebagi ibadah.
Dengan
definisi tersebut maka Al Qur’an paling tidak mengandung ciri-ciri :
a)
WahyuTuhan
b)
DiturunkankepadaNabi
c)
MelaluiMalikatJibril
d)
Membacanyasebagaiibadah
e)
Sebagimu’jizatbagiNabi
Muhammad SAW.
Dapat
pula diuraikan bahwa Al Qu’an merupakan himpunan wahyu yang sampai kepada Nabi
Muhammad SAW. Dengan perantara malaikat Jibril. Al Qu’an tidak diwahyukan secara
keseluruhan, tetapi turun secara sebagian-sebagian sesuai dengan timbulnya kebutuhan
dalam masa kira-kira 23 tahun. Diturunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur bertujuan
untuk memecahkan setiap problem yang timbul dalam masyarakat dan juga menunjukan
suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada suatu waktu adalah mustahil, karena
Al Qur’an turun menjadi petunjuk bagi kaum muslimin diwaktu yang selaras dan sejalan
dengan kebutuhan yang terjadi26.
AL
Qur’an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan manusia. Segala persoalan terdapat
hal pokoknya didalam Al qur’an. Karena Al Qur’an berisi aturan yang sangat lengkap
dan tidak punya cela. Mempunyai nilai Universal dan tidak terkait oleh ruang dan
waktu, nilai ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG SURAT AL-MUJADALAH DAN PESAN PENDIDIKAN DALAM
SURAT AL-MUJADALAH AYAT
A.
Gambaran Umum Surat Al-Mujadalah
Surat Almujadilah atau Al-mujadalah, menurut mayoritas ulama adalah
madaniah.Al-qurtubi dalam tafsirnya mengemukakan riwayat yang menyatakan bahwa
hanya ayatnya pada awal surat yang madaniah, Sedang sisanya turun sebelum nabi
hijrah ke madinah.Riwayat lain hanya mengecualikan ayat tujuh.
Namanya terambil dari ayat pertama surat ini yang menguraikan ebat
yang dilakukan oleh seorang wanita terhadap nabi saw. Jika penamaan itu
berdasarkan pelaku, ia dinamai mujadilah. Dan jika dilihat perdebatan itu sendiri serta dialog yang
terjadi antara wanita itu dan nabi saw, namanya adalah Al-mujadalah. Nama lain
dari surat ini adalah Qad samia’ allah karena itulah kalimat pertama pada
ayatnya yang pertama. Ada juga yang menamainya surat Azh-zhihar karena surat
ini membatalkan adat kebiasaan masyarakat jahiliyah yang juga dipraktikan oleh
kaum muslimin madinah. Pada masa itu, jika seorang suami melakukan zhihar yakni
berkata kepada istrinya “ engkau bagiku seperti punggung ibuku”, ucapan ini
dinilai sebagai ucapan yang mengandung makna majaz (metaforis) yang berarti
bahwa istri tidak lagi halal untuk digauli. Tetapi dalam
saat yang sama ucapan ini bukanlah
perceraian sehingga istri tidak dapat kawin dengan pria lain. Memag, tema utama
dalam surat ini adalah persoalan zhihar. Disamping uraian tentang etika yang
hendaknya diperhatikan dalam majlis ta’lim nabi serta apa yang hendaknya
dilakukansebelum menghadap nabi Muhammad saw.
Sayyid quthub menilai bahwa surat ini adalah pendidikan masyarakat
islam dimadinah yang disiapkan allah untuk tampil dengan perannya yang penting
dalam pentas dunia ini. Masyarakat islam etika itu masih sangat
bertingkat-tingkat keimanannya an keataatn mereka. Ada yang demikian tinggi,
yaitu yang masuk kedalam kelompok As-sabiqun
dan ada juga yang belum mencapai peringkat itu, bahkan ada orang-orang
munafik. Dibutuhkan ketekunan dan upaya serius, kesabaran yang panjang untuk
meluruskan hal-hal yang besar maupun kecil dalam rangka membina masyarakat
tersebut. Nah surat ini terlihat sebagian dari upaya serius tersebut,
sebagaimana terbaca pula cara yang ditempuh oleh Al-quran dalam membina jiwa
manusia dan membatalkan adat istiadat buruk yang berlaku, dalam hal ini adalah
persoalan zhihar. Sebagaimana ditemukan juga gambaran tentang perjuangan islam
menghadapi musuh-musuhnya, baik kaum musyrikin, yahudi, maupun orang-orang
munafik. Demikian antara lain sayyid quthub.
Tema dan tujuan ini diisyaratkan oleh nama surat Al-mujadilah.
Demikian juga kisahnya pada awal dan akhir surat.sebagaimana diisyaratkan pula
oleh pengulangan nama allah yang teragung (Allah). Pengulangan yang tidak
ditemukan pada surat-surat lain dimana dalam surat ini tidak ada ayat yang tidak
disertai oleh nama itu (Allah). Demikian lebih kurang Al-biqo’i.
Surat ini dinilai sebagai surat yang ke-103 dari segi perurutan
turunnya surat-surat Al-quran, ia turun sesudah surat Al-munafiqun dan sebelum
surat At-tahrim, ada juga yang menyatakan sebelum surat Al-hujurat atau surat
Al-ahzab. Jumlah ayat-ayatnya menurut cara penghitungan ulama madinah dan mekah
sebanyak 21 ayat dan menurut ulama kuffah, bashroh dan syam sebanyak 20 ayat,
dan pada kenyataannya berjumlah 22 ayat. Pokok-pokok isinya adalah sebagai
berikut:
1.
Hukum-hukum
Hukum zhihar dan sangsi-sangsi bagi orang yang melakukannya bila ia
menarik perkataannya kembali; larangan menjadikan musuh islam sebagai teman;
larangan mengadakan perundingan rahasia untuk memusuhi islam.
2.
Lain-lain
Menjaga sopan santun dalam majlis pertemuan;adab sopan santun
terhadap rosulullah saw; sikap seorang mukmin terhadap orang-orang yang bukan
mukmin. Pengusiran terhadap bani Nadir dari kota madinah.
B.
GAMBARAN DAN ASBABUN NUZUL
SERTA TAFSIR
1.
Gambaran
dan Asbabunnuzul
Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu: “berlapang-lapanglah
dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya allah akan melapangkan buat kamu, dan
apabila dikatakan: “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan allah terhadap apa yang kamu
kerjakan Maha Mengetahui.
Larangan
berbisik yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntutan
akhlak guna membina hubungan harmonis antara sesame. Berbisik ditengah orang
lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat diatas masih merupakan
tuntunan akhlak. Kalau ayat uang lalu menyangkut pembicaraan rahasia, kini
menyangkut perbuatan dalam satu majlis. Ayat diatas member tuntunan bagaimana
menjalin hubungan harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman: Hai orang-orang
yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapa pun:
“Berlapang-lapanglah, yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan
memaksakan diri untuk memberi tempat untuk orang lain, dalam majlis-majlis,
yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila di minta
kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain
itu dengan sukarela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan
melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan ;
“Berdirilah kamu ketempat yang lain, atau untuk diduduki tempatmu buat orang
yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat
dan berjihad , maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman diantara kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini, dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia
dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa
datang Maha mengetahui.
Ada
riwayat yang menyatakan bahwa ayat diatas turun pada hari Jumat. Ketika itu,
Rasul SAW. Berada di satu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan
beliau memberi tempat khusus bagi para sahabat yang terlibat dalam Perang Badr
kerena besarnya jasa mereka. Ketika majelis tengah berlangsung, beberapa orang
di antara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi
saw. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan kepada hadirin, yang juga
dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat it uterus berdiri.
Maka nabi asw. Memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain,yang tidak
terlibat dalam Perang Badr, untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang
berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. Perintah Nabi itu mengecilkan hati mereka
yang disuruh berdiri dan ini digunakan
oleh kaum munafikin untuk memcah belah dengan berkata ; “katanya Muhammad
berlaku adil, tetapi ternyata tidak”. Nabi yang mendengar kritik itu bersabda;
“allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”. Kaum beriman
menyambut tuntunan nabi dan ayat diatas pun turun mengukuhkan perintah dan
sabda Nabi itu.
Apa
yang dilakukan Rasul saw. Terhadap sahabat-sahabat beliau yang memiliki jasa
besar itu dikenal juga dalam pergaulan internasional dewasa ini. Kita mengenal
ada yang dinamai peraturan protokoler,dimana penyandang kedudukan terhormat
memiliki tempat-tempat terhormat disamping Kepala Negara kerena memang, seperti
penegasan al-Qur’an, bahwa:
لاّيستوِى
القاعدونَ من المؤمنين غير أوْلى الضرر والمجاهدون فى سبيل الله بأموالهم وأنفسهم
فضّل اللهُ المجاهدين بأموالهم وانفسهم على القاعدين درجةً وكلاًّ وعد الله الحسنى
وفضّل الله المجاهدين على القاعدين أجرًا عظيمًا
“Tidaklah
sama antara mukmin yang dudukselain yang mempunyai uzur dengan orang-orang yang
berjihad dijalan Allah dengan harta mereka dan jiwa mereka. Allah melebihkan
orang-orang yang berjihad dengan harta dan diri mereka atas orang-orang yang
dduk, satu derajat. Kepada masing-masing, Allah menjanjikan pahala yang besar” (QS. An-Nisa’ [4]: 95). (baca juga firman-Nya dalam QS. Al-hadid
[57]: 10).
2.
Tafsir
Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (إفسحوا) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha,
yakni lapang. Sedang, kata (انشزوا) unsyzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz,
yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanyaberarti beralih
ketempat yang tinggi. Yang dimaksud disini pindah ketempat yang lain untuk
memberi kesempatan kepada yang lebih
wajar duduk atau berada ditempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan
satu aktivitas positif. Adajuga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi,
jangan berlama-lama disana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi saw. Yang
lain dan yang segera beliau hadapi.
Kata (مجالس) majalis adalah bentuk jamak dari kata (مجلس) majlis.
Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi
Muhammad saw. Memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud disini
adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau
bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan atau tuntunan ayat ini adalah memberi
tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang
lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika anda- wahai yang muda- duduk di
bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan
beradab jika anda berdiri dan memberinya
tempat duduk.
Al-Qhurthubi menulis bahwa bisa saja seseorang mengirim pembantunya
ke masjid untuk mengambilkan untuknya
tempat duduk, asal sang pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang dan duduk. Di
sisi lain, tidak diperkenankan meletakan
sajdah atau semacamnya un tuk menghalangi orang lain duduk ditempat itu.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan
meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki
derajat –derajat,yakni yang lebih tinggi dari pada yang sekadar beriman. Tidak
disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di
milikinya itulah yang beperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya.
Bukan akibat dari factor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan (الّذين
أوتوا العلم) allazina utu
al-ilm/ yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi
diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat diatas membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal saleh dan
yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara
lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang dimaksud ayat diatas
bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS.
Fathir [35]: 27-28, Allah aekian banyak menguraikan makhluk Ilahi dan fenomena
alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: Yangtakut dan kagum
kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Ini menunjukan bahwa ilmu
dalam pandangan Al Qur’an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain, itu juga
menunjukan bahwa ilmu harusah menghasilkan khasyyah, yakni rasa kagum
dan takut kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk
mengamalkan ilmunya serta
memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. Rasul saw. Seringkali berdoa: “Allahumma
inni a’udzu bika min ‘ilm(in) la yafna’ (Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu
yang tidak bermanfaat)”.
C.
Isi Kandungan Dan Pesan Pendidikan Etika Dlam Surat Al Mujadalah Ayat
11
Surat Al Mujadalah ayat 11 ini memberikan penjelasan bahwa bila diantara
kaum muslimin ada yang diperintah Rosulullah saw untuk berdiri memberikan kesempatan
kepada orang tertentu untuk duduk, atau mereka diperintahkan untuk pergi terlebih
dahulu, hendaklah mereka berdiri atau pergi, karena beliau ingin memberikan penghormatan
kepada orang-orang ikut dalam perang badar, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-urusan
agama, atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.
Dari ayat-ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut :
1.
Para
sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasulullah saw. Agar mudah mendengar
perkataan yang beliau sampaikan kepada meraka.
2.
Perintah
memberikan tempat kepada orang yang baru dating merupakan anjuran, jika memungkinkan
dilakukan untuk menimbulkan rasa persahabatan antar sesama yang hadir.
3.
Sesungguhnya
tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan
baik, maka Allah akan memberikan kelapangan pula kepadanya didunia dan di
akhirat.
Memberi
kelapangan kepada sesama muslim dalam pergaulan dan usaha dalam mencari kebaikan
dan kebajikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi
pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasul saw.
Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang
hadir dalam majelis hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majlis
itu atau mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majlis itu.
Jika dipelajari meksud ayat di atas, ada satu ketetapan yang
ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang yang menghadiri suatu majlis baik
yang dating pada waktunya atau yang terlambat, selalu menjaga suasana yang
baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa. Bagi yang terlebih dahulu
datang, hendaklah memnuhi tempat di muka, sehingga orang yang dating kemudian tidak
perlu melangkahi atau mengganggu orang ya ng telah lebihdahulu hadir.
Bagi yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang
ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud sabda Nabi
saw :
لايقيم
الرجل الرجلَ من مقعده ثم يجلس فيه ولكن تفسّحوْا وتوسّعو ( رواه مسلم عن ابن عمر )
“janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya,
lalu ia duduk ditempat tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang”. ( H.R. Muslim dariIbnu Umar ).
Akhir
ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengankat derajat orang yang beriman,
taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya,
berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram dalam masyarakat, demikian
oaring-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah.
Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling
tinggi disisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan
dengan yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya.
Kemudian
Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, tidak ada
yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan member balasan yang adil sesuai perbuatan
yang dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surge dan perbuatan jahat
dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.
Dari
penjabaran diatas penulis mencoba menyimpulkannya yaitu :
1.
Jika
pemimpin persidangan meminta agar meluangkan beberapa tempat duduk untuk
orang-orang yang dihormati, maka hendaklah permintaan itu di kabulkan
2.
Hendaklah
orang-orang yang menyadari persidangan atau pertemuan, baik yang lebih dahulu
dating atau yang kemudian, sama-sama menjaga suasana damai, aman dan tentram dalam
persidangan itu.
3.
Allah
mengangkat derajat orang-orang yang beriman, berilmu dang beramal saleh.
4.
Allah
mengetahui segala yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Dia akan
memberikan balasan dengan seadil-adilnya.
BAB IV
ETIKA YANG HARUS DI PELIHARA OLEH REMAJA KETIKA
BERMASYARAKAT MENURUT QS AL MUJADALAH AYAT 11
A. Etika Pergaulan Dengan Orang Yang Lebih Tua
Agama Islam mengajarkan agar kita selalu hormat
dan sopan kepada semua orang yang lebih tua, dari mereka yang sudah mengenyam
banyak pengalaman, kita memperoleh ilmu untuk bekal dimasa datang. Kita
mendapat warisan kebudayaan yang akan kita teruskan, apalagi para pahlawan yang
turut memerdekakan bangsa kita. Barang siapa yang bersikap hormat kepada orang
yang lebih tua, maka akan dijanjikan oleh Rasulullah SAW, akan dihormati pula
pada masa tuanya nanti dan apabila tidak menghormati orang yang lebih tua maka
Rasulullah SAW, pun tidak hendak mengakui seseorang tersebut sebagai umatnya.
B.
Etika Pergaulan Dengan Orang Yang
Sebaya
Sebaya bisa berarti sama usianya, maka dari itu
pergaulan dengan orang sebaya sangat penting. Hampir setiap hari, dikalangan
masyarakat maupun di sekolah, kita sering kali berkumpul dengan teman sebaya
yang memiliki kesamaan dengan kita dalam beberapa hal. Pada saat kita
kesulitan, merekalah orang yang tepat untuk dimintai tolong baik bersifat
pribadi pun kita lebih terbuka maka kita harus saling jaga perasaan jangan
sampai saling melukai baik fisik maupun hati.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu
berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, setiap orang memiliki
kekurangan dan kelebihan serta memerlukan bantuan orang lain. Dalam pergaulan
sehari-hari kita sela bersama mereka, maka kita patut menghormatinya serta
menghargai kedudukan mereka, demikian pula mereka akan menghormati dan
menghargai kita, cara bergaul yang baik dengan mereka (orang sebaya) yaitu
hendaknya kita turut memikirkan dan mempedulikan persoalan dan kesulitan mereka
serta turut meringankan beban permasalahannya.
C.
Etika kepada orang yang lebih muda.
Dalam pergaulan, tidak hanya orang yang lebih
tua dan orang yang menjadi perhatian kita untuk selalu kita hormati, tapi juga
orang-orang yang lebih muda. Islam menganjurkan kita agar bersikap merendah dan
santun sesama mukmin, termasuk orang yang lebih muda dari kita. Walau kita
banyak kelebihan dibanding mereka, kita tak boleh sombong, dan congkak pada
mereka justru kita harus membantunya dengan penuh kasih sayang dan segala
kecintaan.
Pergaulan dengan orang lebih muda termasuk juga
terhadap orang yang keadaan perekonomiannya rendah, pengetahuan dan
pengalamannya lebih lemah dari kita, juga anak yatim dan fakir miskin. Terhadap
mereka kita wajib menyantuni dan bersikap penuh kasih sayang, tidak berbuat dan
berkata kasar, tidak menghina keadaan dan derajat mereka. Jika kita tidak
hormat dan tidak sopan terhadap mereka yang lebih muda dari kita, maka niscaya
mereka pun tidak akan menghormati kita.
D.
Etika dengan sesame muslim &
umat islam
Pergaulan antar sesama muslim berkaitan dengan
peraturan-peraturan tentang pergaulan umat Islam antar satu golongan atau satu
agama. Kita sebagai muslim dan umat Islam yang menganut ajaran Allah harus
mengetahui bagaimana etika pergaulan dikalangan masyarakat muslim, yaitu kita
harus bertingkah laku yang sopan santun, lemah lembut dan tidak bertindak salah
(keliru) kita harus bisa membedakan yang baik dan buruk seperti halnya
bagaimana kita menghadapi berita khayal (kosong) yang dibawa dan disebarkan
oleh orang fasik dan jail.
Cara menyelesaikan persengketaan antar sesama
orang muslim yang timbul dikalangan umat Islam, yaitu dengan bersatu padu dalam
satu tujuan melawan kejahilan orang karena pada dasarnya muslim dan mu’min itu
bersaudara hubungannya sangat erat sekali bagaikan bangunan, jika satu
penyangga hilang akan roboh, begitu dengan kaum muslim satu ceroboh akan
mendatangkan musibah.
E. Etika dengan non muslim
Agama Islam menganjurkan kepada kita untuk
bergaul dengan orang-orang yang berbeda agama dengan agama kita. Pada dasarnya
mereka pun sama dengan kita (makhluk ciptaan Allah) hanya saja berbeda
keyakinan, banyak beraneka sifat prilaku dan keinginan, juga kepercayaan dan
keyakinan yang berbeda namun merupakan bagian dari masyarakat bangsa. Kita
membutuhkan mereka dalam hal pekerjaan, perniagaan dan kemasyarakatan. Tak
selayaknya kita membedakan orang yang berbeda agama, kita harus tetap bergaul
dengan mereka sebagai sesama makhluk Allah dan sebagai anggota masyarakat.
F.
Etika dalam berpakaian & memandang
Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat
sekaligus perhiasan agama Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian
yang baik dan bagus, baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat,
sedangkan bagus berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai
kemampuan si pemakai. Untuk keperluan ibadah sholat di masjid kita dianjurkan
pakai pakaian yang baik dan suci bersih (terhindar najis).
Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah
digariskan oleh Al Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya
pakaian muslim tidak menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari
dalam masyarakat, semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran
Allah.
Selain berpakaian kita juga memandang, mata
adalah anugerah Allah yang paling penting yaitu untuk melihat, mata disini yang
dimaksud adalah untung memandang hal-hal yang baik-baik saja, karena Rasulullah
mengatakan “janganlah kalian kaumku sekaian semua memandangi sesuatu yang tidak
baik (buruk) dengan matamu sekalian umatku.
G.
Etika dalam berbicara
Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan
adalah berbicara, dengan bicara kita dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya
kita juga dapat mengetahui keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan
banyak orang (teman) dan bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus
pandai-pandai menjaga cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan
agar kita berbicara sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun
orang lain.
Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan
kebenaran hindarilah cara bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena
perselisihan itu kehendak setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu
dan gosip.
H.
Etika dalam mekan & Minum
Makan dan minum merupakan kebutuhan manusia
untuk dapat bertahan hidup secara wajar dan sehat. Banyak makanan yang langsung
diambil dari alam. Dari banyak jenis makanan dan minuman itu, kita dianjurkan
oleh agama untuk memilih makanan yang baik dan halal, dan benar-benar
diperlukan untuk kesehatan, tidak boleh berlebihan.
Makanan yang baik, adalah makanan yang bergizi.
Halal berarti diperbolehkan agama. Makanan yang baik belum tentu halal,
demikian juga halal belum tentu baik untuk kesehatan. Jadi kita harus memilih
makanan yang baik sekaligus halal. Disini banyak cara makan dan minum harus
benar-benar memperhatikan etika, adab, tata krama, dalam memakan dan meminum
sesuatu.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah penulis menyelesaikan
risalah ini, meka dapat penulis simpulkan bahwa:
1.
Gambaran pendidikan etika pada remaja adalah
suatu usaha pengubahan sikap dan prilaku seorang remaja untuk menciptakan
sebuah karakter yang berdasarkan nilai-nilai luhur yang pada akhirnya
melahirkan tindakan terpuji dari remaja itu sendiri terhadap lingkungan sekitarnya
2.
Nilai pendidikan etika yang terkandung dalam Al
Qur’an surat Al Mujadalah ayat 11 bahwa dalam suatu perkumplan baik perkumpulan
itu kecil atau besar, satu golongan maupun lain golongan, kita di tuntut supaya
tidak mengedepankan ego diri kita mengalahkan orang lain, dalam hal ini siapa
yang mempunyai ha katas sesuatu maka berikanlah haknya. Seorang remaja adalah
orang yang sedang mengalami mesa peralihan dari sifat kekanak-kanakan menuju
tarap kedewasaan, karena peralian itulah remaja mengalami suatu kondisi dimana
ego dalam dirinya itu sangat memuncak jadi apa-apa yang ia rasa sebagai haknya
walaupun pada kenyataan nya bukan, ia akan meti-matien meminta haknya itu. Dari
sinilah pentingnya pendidikan etika remaja, yaitu memberitahukan hal-hal yang
harus dijaga dalam bersosial baik dalam lingkup keluarga, persahabatan dan
masyarakat.
3.
Etika yang harus dijaga oleh remaja saat ini
antara lain adalah menjaga sikap prilaku terhadap orang yang lebih tua umurnya,
yaitu dengan menghormati. Menjaga sikap atau prilaku terhadap orang yang sebaya
umurnya, yaitu dengan saling melindungi satu sama lain. Menjaga siakap kepada
orang lain yang umurnya lebih muda yaitu dengan menyayanginya dang
mengasihinya.menjaga sikap terhadap sesama
baik itu karena satu rumpun masyarakat maupun satu Negara.
B.
Saran-Saran
1.
Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh
generasi mudanya. Karenanya, Negara harus mempu mendidik para remaja supaya
menjadi orang yang berkualitas dan pada gilirannya diharapkan menjadi generasi
yang dapat memajuka Negara itu sendiri. Dalam artian Negara dalam menangani
para remaja untuk benar-benar lebih serius lagi.
2.
Orang-orang yang berada dekat dengan remaja
terutama orang tuanya haruslah mendidik
putra putrinya itu sedari kecil dengan etika, karena supaya ketika
beranjak dewasa sudah terbiasa dengan siakap dan tindakan yang mencerminkan
kesahajaan.
3.
Dalam membangun suatu hubngan masyarakat
harmonis tentram dan sejahtera dibutuhkan sikap diantara para masyarakat itu
sendiri terutama kalangan muda yaitu saling memberi haknya seseorang kepada yang
bersangkutan . dan pengertian
C.
Penutup
Dengan mengucap rasa syukur
Alkhamdulillah atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan risalah ini. Saran dan kritik yang konstuktif penlis
harapkan dari pembaca sekalian agar bisa dijadikan suatu pijakan bagi penulis
untuk menulis karya ilmiah yang lebih baik dimasa mendatang.
Harapan penulis, mudah-mudahan
risalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Amin.
[1]
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar),
2004, hal. 173
[2]
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
balai pustaka), 1990, hal. 204.
[3]
Ibid, hal. 237
[4]
IAIN sunan Ampel, pengantar study islam, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press),
2006, hal.12
[5]
Departemen Agama RI, al Qur’an dan tafsirnya, (Jakarta : lentera Abadi), 2010,
hal. 3
[6] Sutrisno hadi,Metodologi
research, ( Yogyakarta: PT. Andi Offset,2000) ,Jilid 1, hal 66.
[7] Kholid Nurbuko,Metodologi Penelitian
Sosial, ( Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo,1998 ),hal.137
[8] James Drawer,Kamus Psikologi, (
Jakarta : Bumi Aksara,1994 ). Hal. 15
[9] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,Loc.Cit,hal.588
[10]Tim
penyusunkamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 1990) hal. 204.
[11] Ibid 204
[12]Ibid 204
[13]Ibid 204
[14]Kholik
Abdul DKK, PemikiranPendidikan Islam, (Semarang: PustakaPelajar, 1999)hal. 51
[15]Abu
bakarAssayyid, Kepada Para Pendidik Islam, (Jakarta: GemaInsani
Press,1987), hal. 17
[16]Departemen
Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahnya, (Kudus: Menara kudus) hal. 216
[17]Kholik
Abdul DKK, loc.cit, hal 96
[18]
Achmad Charis Zubair,
Kuliah etika, (Jakarta : PT Raja Grafindopersada, 1995)H. 13
[19]
K. Bertens, etika,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993) H .4
[20]
http : //
www.google.com
[21]
Farid Ma’ruf, Etika,
(Ilmu Akhlak), (Jakarta : 1975), h. 3
[22]
Rachmat Djatmika, System
Etika Islami, (Jakarta; Pustaka Panjimas), h.26
[23]
Ibid, hal. 27
[24]
Majid Fakhry, Etika
Dalam Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar) h.28
[25]
Ibid, h. 82
[26]
Ibid, h. 86
[27]
Op. Cit, h.7
[28]
Achmad Charris
Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : PT. Raja Grafindopersada, 1995) h. 13
[29]
Op. Cit, h. 7-9
21KhoironRosyadi, PendidikanProfetik, (Yogyakarta:
PustakaPelajar, 2004), hal.163
22Departemen Agama RI, Mushaf Al Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al
huda, 2002), hal. 96
23Departemen Agama RI, Mushaf Al Qur’an Terjemah, (Jakarta: Al
huda, 2002), hal. 547
24Ibid, hal. 88
25IAIN SunanAmpel, PengantarStudi Islam, (Surabaya: IAIN
SunanAmpel Press, 2006), hal. 18
26HasanBasri, IlmuPendidikan Islam Jilid II, (Bandung:
PustakaSetia, 2010), hal. 34-35